Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. atas
segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah PAI
yang berjudul “Pernikahan Beda Agama”. Makalah ini diselesaikan untuk memenuhi
tugas Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam, Politeknik Negeri Semarang.
Penyusunan makalah ini tidak lepas dari bantuan
berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada :
1. Kedua
Orang Tua kami yang telah memberikan semangat dan doanya demi terselesainya makalah ini.
2. Teman
– teman yang telah membantu dalam analis makalah ini.
3. Dosen
pengajar mata kuliah Pendidikan Agama Islam, Politeknik Negeri Semarang.
4. Seseorang
yang penulis sayangi yang telah memberikan bantuan berupa semangat dan
dukungannya dalam makalah ini.
5. Sumber
– sumber referensi yang kami baca, dll.
Penulis juga menerima segala kritik dan saran dari
semua pihak demi kesempurnaan makalah ini. Mohon maaf apabila ada kesalahan
kata dalam penulisan makalah ini. Akhir kata penulis berharap semoga makalah
ini dapat bermanfaat bagi siapapun yang telah membacanya.
Semarang,
22 Desember 2013
Penulis
DAFTAR
ISI
HALAMAN JUDUL ..................................................................................... I
KATA PENGANTAR .................................................................................. II
DAFTAR ISI ................................................................................................. III
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1
1.1 Latar
Belakang .......................................................................... 1
1.2 Perumusan
Masalah ....................................................................
1
1.3 Tujuan
Penulisan ........................................................................
2
1.4 Manfaat
Penulisan ......................................................................
3
BAB II PEMBAHASAN ..............................................................................
2.1 ...................................................................................................
2.2
2.3
2.4
2.5
2.6
BAB III PENUTUP
Kesimpulan......................................................................................
DAFTAR
PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Dewasa ini, hubungan antar umat beragama
telah lama menjadi isu yang populer di
Indonesia. Popularitas isu ini sebagai konsekuensi dari masyarakat Indonesia
yang majemuk, khususnya dari segi agama dan etnis. Karena itu, persoalan
hubungan antar umat beragama ini menjadi perhatian dari berbagai kalangan,
Tidak hanya itu bahkan hal ini sering menimbulkan polemik dikalangan masyarakat
maupun pemerintah.
Seringkali kita lihat di tengah masyarakat
apalagi di kalangan orang berkecukupan dan kalangan selebriti terjadi
pernikahan beda agama, entah si pria yang muslim menikah dengan wanita non
muslim (nashrani, yahudi, atau agama lainnya) atau barangkali si wanita yang
muslim menikah dengan pria non muslim. Hal ini sering menjadi pemicu munculnya
trend baru dikalangan masyarakat mulai dari berpindahnya keyakinan seseorang
hingga mereka harus pindah kewarganegaraan demi tercapainya keinginan mereka.
Namun
kadang kita hanya mengikuti pemahaman sebagian orang yang sangat mengagungkan
perbedaan agama (pemahaman liberal) tanpa tahu bagaiamana itu semua terjadi dan
bagaimana sebenarnya hal itu diatur. Khususnya menurut aturan Hukum Islam. Oleh
karena itu, makalah ini saya buat guna mengetahui bagaimana pernikahan beda
agama atau keyakinan ini menurut perspektif Hukum Islam.
1.2 Perumusan Masalah
1.
Apa itu
Nikah, tujuan, dan fungsinya ?
2.
Bagaimana
pernikahan beda agama menurut hukum Islam ?
3.
Bagaimana
pernikahan beda agama menurut hukum di Indonesia ?
4.
Bagaimana Al
Qur’an dan Al Hadits menyikapi pernikahan beda agama ?
5.
Dampak
negatif pernikahan dalam perbedaan agama ?
1.3 Tujuan Penulisan
Dalam
Penulisan makalah ini, tersimpan berbagai tujuan yang sangat penting untuk umat
islam, khususnya masyarakat Indonesia. Terutama kita sebagai generasi islam
yang memiliki amanah untuk terus memperjuangkan nilai-nilai yang terkandung
didalam Al Qur’an dan Al Hadist dalam pelaksanaan perilaku sehari-hari juga
tentang hukum-hukum yang terkait dengan ajaran dalam Al Kitab dan As Sunnah.
Maka karena hal tersebut. Perlu kiranya kita sebagai pemuda islami kembali
mencoba lebih memahami apa yang terkandung dalam islam. Terutama tentang
pernikahan yang memang tidak akan menjadi luput akan menjadi bagian dari hidup
kita.
Mengklarifikasi
Pengertian diatas maka, tujuan kepenulisan ini adalah :
1.
Mengetahui
apa itu nikah, tujuan, serta manfaatnya bagi setiap insandalam kehidupannya
2.
Mengetahui
apa yang harus kita lakukan ketika dihadapkan pada permasalahan atau pada suatu
hal yang berhubungan dengan masalah pernikahan
3.
Tidak membiarkan serta
tidak mempraktekkan apa yang telah menjadi larangan didalam kitab Al Qur’an
1.4 Manfaat Penulisan
Sudah
terlampau banyak hal yang menjadi larangan terjadi didunia ini, khususnya di Indonesia.
Termasuk tentang nikah atau dalam pernikahan. Sudah banyak umat yang tidak
memperhatikan Al Qur’an dan Al Hadist sebagai tuntunan bagi setiap gerak dan
tingkah dalam hidupnya. Sehingga tak hayal, terjadilah keamburadulan dalam
kehidupannya. Maka dari hal itu, penulisan ini guna untuk mengajak semua umat
islamuntuk kembali meyadarkandirinya, kembali menatap serta mengilhami isi
dalam Al Qur’an dan Al Hadist. Agar apa yang akan mereka sikapi tidak salah
kaprah dalam kacamata agama mereka sendiri. Termasuk, dalam memilih calon
pendamping hidup. Suami atau isteri-isteri mereka. Dimana dalam ajaran islam
yang pantasmenjadi pendamping mereka adalah yang seagama dengan diri mereka.
BAB II
PEMBAHASAN
Pengertian
Arti Nikah Menurut
bahasa : berkumpul atau menindas. Adapun menurut istilah Ahli Ushul, Nikah
menurut arti aslinya ialah aqad, yang dengannya menjadi halal hubungan kelamin
antara lelaki dan perempuan, sedangkan menurut arti majasi ialah setubuh.
Demikian menurut Ahli Ushul golongan Syafi’iyah. Adapun menurut Ulama Fiqih,
Nikah ialah aqad yang diatur oleh islam untuk memberikan kepada lelaki hak
memiliki penggunaan terhadap faraj (kemaluan) dan seluruh tubuhnya untuk
penikmatan sebagai tujuan utama. Menurut UU Nomor 1 Tahun 1974 pengertian
pernikahan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria engan waita sebagai
suami isteri dengan tujuan membentukkeluarga (rumah tangga) yang bahagia dan
kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Pernikahan dianggap
sah apabila dilakukan menurut hukum perkawinan masing-masing agama dan
kepercayaan serta tercatat oleh lembaga yang berwewenang menurut
perundang-undangan yang berlaku.
Hukum dan Pelaksanaan Nikah
Hukum nikah menurut
asalnya (taklifiyah) adalah mubah. Yakni tidak mendapat pahala bagi orang yang
mengerjakan dan tidak mendapat ancaman siksa bagi orang yang meninggalkan.
Nikah menurut
majasi (wadl’iyah) ada 4 kemungkinan :
1.
Kemungkinan bisa menjadi sunnah bila Nikah
menjadikan sebab ketengan dalam beribadah. Mendapat pahala bagi orang yang
mengerjakan dan tidak mendapat ancaman siksa bagi orang yang meninggalkan.
2.
Kemungkinan bisa menjadi wajib bila Nikah
menghindarkan dari perbuatan zina dan dapat meningkatkan amal ibadah wajib.
Mendapat pahala bagi orang yang mengerjakan dan mendapat ancaman siksa bagi
orang yang meninggalkan.
3.
Kemungkinan bisa menjadi haram bila nikah
yakin akan menimbulkan kerusakan. Mendapat ancaman siksa bagi orang yang
mengerjakan dan mendapat pahala bagi orang yang meninggalkan.
4.
Kemungkinan bisa menjadi makruh berlainan
kufu. Mendapat pahala bagi orang yang meninggalkan dan tidak mendapat ancaman
bagi orang yang mengerjakan.
Menurut
Hukum Islam, praktik Nikah ada 3 perkara :
1. Nikah
yang sah ialah : pelaksanaan akad nikah secara benar menurut tata cara yang
diatur dalam kitab fiqih pernikahan dan mengetahui ilmunya. Nikah seperti ini
mendapat pahala dari Allah SWT.
2. Nikah
yang sah tetapi haram ialah : pelaksanaan akad nikah secara benar sesuai tata
cara yang diatur dalam kitab fiqih pernikahan tetapi tidak mengetahui ilmunya.
Praktik nikah ini jelas berdosa.
3. Nikah
yang tidak sah dan haram ialah : pelaksanaan akad nikah yang tidak sesuai tata
cara yang diatur dalam kitab fiqih pernikahan, karena tidak mengetahui ilmunya
dan praktiknya juga salah. Selain tidak benar praktik nikah seperti ini
mengakibatkan berdosa.
Dasar Pernikahan Menurut Agama Islam
A. Dasar
Hukum Agama Pernikahan / Perkawinan (QS. 24-An Nuur : 32)
“Dan
kawinlah orang-orang yang sendirian di antara kamu dan mereka yang berpekerti
baik. Termasuk hamba-hamba sahayamu yang perempuan”.
B. Tujuan
Pernikahan / Perkawinan (QS. 30-An Ruum : 21)
“Dan
di antara tanda-tanda kekuasaanNya ialah Dia menciptakan untukmu pasangan hidup
dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan
dijadikanNya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian
itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”.
Tujuan Pernikahan Dalam Agama Islam
a. Untuk
memenuhi tuntutan naluri manusia yang asasi.
Pernikahan
adalah fitrah manusia, maka jalan yang sah untuk memenuhi kebutuhan ini yaitu
dengan aqad nikah (melalui jenjang pernikahan). Bukan dengan cara yang amat
kotor menjijikan seperti cara-cara orang sekarang seperti : berpacaran, kumpul
kebo, melacur, berzina, lesbi, homo dan lain sebagainya yang telah menyimpang
jauh dan diharamkan oleh Islam.
b. Untuk
membentengi ahlak yang luhur.
Sasaran
utama dari disyari’atkannya pernikahan dalam Islam di antaranya ialah untuk
membentengi martabat manusia dari perbuatan kotor dan keji yang telah menurunkan
dan meninabobokan martabat manusia yang luhur. Islam memandang pernikahan dan
pembentukan keluarga sebagai sarana efektif untuk memelihara pemuda dan pemudi
dari kerusakan serta melindungi masyarakat dari kekacauan. Rasulullah
shalallahu ’alaihi wa sallam bersabda : “Wahai para pemuda ! Barang siapa
diantara kalian berkemampuan untuk nikah, maka nikahlah, karena nikah itu lebih
mendudukan pandangan, dan lebih membentengi farji (kemaluan). Dan barangsiapa
yang tidak mampu, maka hendaklah ia puasa (shaum), karena shaum itu dapat
membentengi dirinya”.
(Hadits
Shahih Riwayat Ahmad, Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Nasa’I, Drimi, Ibnu Jarud dan
Baihaqi).
c. Untuk
menegakkan rumah tangga yang Islami
Dalam
Al Qur’an disebutkan bahwa Islam membenarkan adanya Thalaq (perceraian). Jika
suami istri sudah tidak sanggup lagi menegakkan batas-batas Allah, sebagaimana
firman Allah : “Thalaq (yang dapat dirujuki) dua kali, setelah itu boleh rujuk
lagi dengan cara ma’ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. Tidak halal bagi
kamu mengambil kembali dari sesuatu yang telah kamu berikan kepada mereka,
kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah,
maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh istri
untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu
melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka itulah
orang-orang yang zhalim”.
(Al
Baqarah : 229)
Yaknikeduanya
sudah tidak sanggup melaksanakan syari’at Allah. Dan dibenarkan rujuk (kembali
nikah lagi) bila keduanya sanggup menegakkan batas-batas Allah. Sebagaimana
yang disebutkan dalam lanjutan ayat diatas : “Kemudian jika si suami
menthalaqnya (sesudah thalaq yang kedua), maka perempuan itu tidak halal lagi
baginya hingga di nikahkan dengan suami yang lain. Kemudian jika suami yang
lain itu menceraikannya, maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami yang
pertama dan istri) untuk nikah kembali, jika keduanya berpendapat akan dapat
menjalankan hukum-hukum Allah, diterangkannya kepada kaum yang (mau)
mengetahui”.
(Al
Baqarah: 230)
Jadi
tujuan yang luhu dari pernikahan adalah agar suami istri melaksanakan syari’at
Islam dalam rumah tangganya. Hukum ditegakkannya rumah tangga berdasarkan
syari’at Islam adalah WAJIB. Oleh karena itu setiap muslim dan muslimah yang
ingin membina rumah tangga yang islami, ajaran islam telah memberikan beberapa
criteria tentang calon pasangan yang ideal yaitu : sesuai kafa’ah, shalih dan
shalihah.
d. Memilih
yang shalih dan shalihah
Lelaki
yang hendak menikah harus memilih wanita yang shalihah dan wanita harus memilih
laki-laki yang shalih. Menurut Al Qur’an : “Wanita yang shalihah ialah yang
ta’at kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka)”.
(An Nisaa : 34)
Menurut
Al Qur’an dan Al Hadits yang shahih di antara ciri-ciri wanita yang shalihah
ialah : “Ta’at kepada Allah, ta’at kepada Rasul, memakai jilbab (pakaian) yang
menutup seluruh auratnya dan tidak untuk pamer kecantikan (tabarruj) seperti
wanita jahiliyah.
(Al
Ahzab : 32)
Tidak
berdua-dua an dengan laki laki yang bukan mahram, ta’at kepada orangtua dalam
kebaikan, ta’at kepada suami dan lain sebagainya”. Bila criteria ini dipenuhi
Insya Allah rumah tangga yang Islami akan terwujud. Sebagai tambahan,
Rasulullah shalallahu ’alaihi wa sallam menganjurkan untuk memilih wanita yang
peranak dan penyayang agar dapat melahirkan generasi penerus umat.
e. Untuk
Meningkatkan Ibadah kepada Allahp
Menurut
konsep Islam, hidup sepenuhnyauntuk beribadah kepada Allah dan berbuat baik
kepada sesama manusia. Dari sudut pandang ini, rumah tangga adalah salah satu
lahan subur bagi peribadatan dan amal shalih disamping ibadah dan amal-amal
shalih yang lain. Sampai-sampai bersetubuh dengan istri-istri kalian termasuk
sedekah !. “Mendengar sabda Rasulullah itu para sahabat keheranandan bertanya :
“Wahai Rasulullah, seorang suami yang memuaskan nafsu birahinya terhadap
istrinya akan mendapat pahala ?” Nabi shalallahu ’alaihi wa sallam menjawab :
“Bagaimana menurut kalian jika mereka (para suami) bersetubuh dengan selain
istrinya, bukan mereka berdosa ? “jawab para sahabat : “Ya, benar”. Beliau
bersabda lagi : “Begitu pula kalau mereka bersetubuh dengan istrinya (ditempat
yang halal), mereka akan memperoleh pahala !”.
(Hadits
Shahih Riwayat Muslim, Ahmad dan Nasa’I dengan sanad yang shahih).
f. Untuk
mencari keturunan yang shalih dan shalihah
Tujuan
pernikahan diantaranya ialah untuk melestarikan dan mengembangkan bani Adam.
Allah berfirman : “Allah telah menjadikan dari diri-diri kamuitu pasangan
suami-istri dan menjadikan bagimu dari istri-istri kamu itu, anak-anak dan
cucu-cucu, dan memberimu rezeki yang baik-baik. Maka mengapakah mereka beriman
kepada yang bathil dan meningkari nikmat Allah ?”.
(An
Nahl : 72)
Yang
tak kalah pentingnya, dalam pernikahan bukan hanya sekedar memperolehanak,
tetapi berusaha mencari dan membentuk generasi yang berkualitas yaitu mencetak
anak yang shalih dan shalihah serta bertaqwa kepada Allah SWT. Keturunan yang
shalih tidak akan diperoleh melainkan dengan tarbiyah Islam (pendidikan Islam)
yang benar. Disebutkan demikian karena banyak “Lembaga Pendidikan Islam”,
tetapi isi dan metodanya tidak Islami.
Sehingga
banyak terlihat anak-anak kaum muslimin tidak memiliki ahlaq Islami sebagai
akibat pendidikan yang salah. Oleh karena itu suami istri bertanggung jawab
mendidik, mengajar, dan mengarahkan anak-anaknya ke jalan yang benar.
Islam
memandang bahwa pembentukan keluarga merupakan salah satu jalan untuk
merealisasikan tujuan-tujuan yang lebih besar yang meliputi berbagai aspek
kemasyarakatan berdasarkan Islam yang akan mempunyai pengaruh besar dan
mendasar terhadap kaum muslimin dan eksistensi umat Islam.
Hikmah Sebuah Pernikahan
Allah
tidak akan pernah memerintahkan kepada hambaNya akan suatu hal yang tak member
manfaat. Termasuklah suatu hal yang tak ada hikmahnya. Maka karena itu, jika
kita selalu berpedoman terhadap Al Qur’andan Al Hadits akan kita dapatkan
hikmah dibalik kepatuhan kita terhadap ajaran Allah SWT. Termasuk disini
disebutkan akan hikmah dalam suatu pernikahan :
·
Untuk memperoleh
ketenangan hidup, kasih sayang dan ketenteraman
·
Memelihara kesucian
diri
·
Melaksanakan tuntutan
syariat
·
Menjaga keturunan
Pernikahan Beda Agama dalam Hukum Islam
Masalah
pernikahan berbeda keyakinan ini sebenarnya terbagi dalam 2 kasus keadaan,
antara lain :
Kasus 1: Pernikahan antara
laki-laki non-muslim dengan wanita muslim
Kasus 2: Pernikahan antara
laki-laki muslim dengan wanita non-muslim
Pada kasus 1 kedua pihak ulama
sepakat untuk mengharamkan pernikahan yang terjadi pada keadaan seperti itu,
seorang wanita muslim haram hukumnya dan pernikahannya tidak sah bila menikah
dengan laki-laki non-muslim Al-Quran menjelaskan Dalam surat Al-Baqarah 221 Dan
janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak
yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan
janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin)
sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang
musyrik walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah
mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan
ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil
pelajaran. (Surat Al-Baqarah Ayat 221)
Sedang pada kasus ke-2. Seorang
laki-laki muslim dilarang menikah dengan wanita non-muslim kecuali wanita ahli
kitab, seperti yang disebutkan dalam surat Al-Maidah ayat 5 Pada hari ini
dihalalkan bagimu yang baik-baik. Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi
Al Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal pula bagi mereka. (Dan
dihalalkan mengawini) wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara
wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara
orang-orang yang diberi Al Kitab sebelum kamu, bila kamu telah membayar
maskawin mereka dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan
tidak (pula) menjadikannya gundik-gundik. Barang siapa yang kafir sesudah
beriman (tidak menerima hukum-hukum Islam) maka hapuslah amalannya dan ia di
hari akhirat termasuk orang-orang merugi.(Al-Maaidah Ayat 5)
Pada surat Al-Baqarah ayat 221
terang di jelaskan bahwa : Baik laki-laki ataupun perempuan memiliki larangan untuk menikahi atau
dinikahkan oleh seorang musyrik.. dan dalam surat
Al-Maidah di jelaskan kembali bagi seorang laki-laki ,boleh menikahi AHLI
KITAB. Namun terdapat beberapa pendapat bahwa ahli kitab di sini bukanlah
penganut injil,ataupun taurat yang ada pada saat ini. Ahli kitab yang
dimaksudkan disini ialah mereka yang bersyahadat Mengakui adanya ALLAH
akan tetapi tidak mengakui adanya Muhammad.
Pernikahan Beda Agama yang ada pada saat ini :
Meskipun sudah dilarang, perkawinan beda
agama masih terus dilakukan. Berbagai cara ditempuh, demi mendapatkan pengakuan
dari Negara. Ada beberapa cara yang populer ditempuh pasangan beda agama agar
pernikahannya dapat dilangsungkan :
- Pagi menikah sesuai agama laki-laki, siangnya
menikah sesuai dengan agama perempuan.
- Salah satu dari calon pengantin baik laki-laki
ataupun perempuannya mengalah mengikuti agama pasangannya.lalu setelah menikah dia kembali
kepada agamanya.
- Menikah
diluar negri.
Masyarakat Indonesia
merupakan masyarakat yang majemuk, khususnya bila dilihat dari segi etnis /
suku bangsa dan agama. Konsekuensinya, dalam menjalani kehidupannya masyarakat
Indonesia dihadapkan kepada perbedaan-perbedaan dalam berbagai hal, mulai dari
kebudayaan, cara pandang hidup dan interaksi antar individunya. Yang menjadi
perhatian dari pemerintah dan komponen bangsa lainnya adalah masalah hubungan
antar umat beragama. Salah satu persoalan dalam hubungan antar umat beragama
ini adalah masalah Pernikahan Muslim dengan non-Muslim yang selanjutnya kita
sebut sebagai “pernikahan beda agama”
Pernikahan merupakan
bagian dari kemanusiaan seseorang, seorang muslim yang hidup di negara yang
majemuk seperti ini hampir dipastikan sulit untuk menghindari dari persentuhan
dan pergaulan dengan orang yang beda agama. Pada posisi seperti ini
ketertarikan pria atau wanita Muslim dengan orang yang beda agama dengannya
atau sebaliknya, yang berujung pada pernikahan hampir pasti tidak terelakkan.
Dengan kata lain, persoalan pernikahan antar agama hampir pasti terjadi pada
setiap masyarakat yang majemuk.
Keadaan
masyarakat Indonesia yang majemuk menjadikan pergaulan di masyarakat semakin
luas dan beragam, hal ini telah mengakibatkan pergeseran nilai agama yang lebih
dinamis daripada yang terjadi pada masa lampau, seorang muslimin dan muslimat
sekarang ini lebih berani untuk memilih pendamping hidup non-muslim. Hal
ini tentu saja dianggap oleh masyarakat kita yang mayoritas beragama Islam
sebagai penyalahan atau pergeseran nilai-nilai Islam yang ada. Tak jarang hal
ini sering menimbulkan gejolak dan reaksi keras di kalangan masyarakat kita.
Masalah ini menimbulkan perbedaan pendapat dari dua pihak pro dan kontra,
masing-masing pihak memiliki argumen rasional maupun argumen logikal yang
berasal dari penafsiran mereka masing-masing terhadap dalil-dalil Islam tentang
pernikahan beda agama.
Dalam
hukum Islam, wanita non muslim itu terbagi menjadi 4 golongan :
1. Wanita yang Musyrik (Musyrikah atau Animis /Paganis)
2. Wanita yang tak mengakui adanya tuhan atau Atheis
(Mulhidah)
3. Wanita yang Murtad dari agama Islam (Murtaddah)
4. Wanita ahlu al kitab (beragama yahudi atau nasrani)
Dari
keempat golongan wanita di atas, Islam menghalalkan pernikahan hanya bagi
wanita Ahlu Kitab. Sedangkan wanita dari golongan selain Ahli Kitab maka Islam
melarang menikahinya.
1.
Musrikah
Musyrikah adalah penyembah berhala
(animisme/paganisme). Hukum Islam melarang bagi seorang muslim untuk menikahi
seorang muysrikah/ animis/ paganis. Hal itu diterangkan dalam al-Quran surat
al-Baqarah ayat 221. Hikmah dari pengharaman tersebut sangatlah jelas, yaitu
ketidakcocokan antara Islam dan animisme. Yang mana aqidah tauhid sangat
mencela animisme dan kelompok animisme tidak mempunyai kitab samawi serta Nabi
yang diutus oleh Tuhan. Hal ini sangat bertentangan sekali dengan ajaran-ajaran
dasar agama Islam. Sebagaimana yang tertulis di ayat 221 yang terakhir surat
albaqoroh sehingga apabila terjadi pernikahan antara seorang muslim dan
musyrikah maka yang akan terjadi di dalam kehidupan berumah tangganya adalah
pertengkaran dan pertengkaran.
2.
Mulhidah
Mulhidah adalah wanita yang tidak
beragama dan tidak mengakui adanya Tuhan, kenabian, kitab suci dan akherat.
Atau disebut atheis. Lelaki muslim diharamkan menikahi wanita atheis. Ini
karena wanita atheis kedudukannya lebih buruk dibanding wanita yang musrik,
yang mana wanita musyrikah masih mengakui adanya tuhan, kenabian, kitab suci
dan akherat. Tetapi mereka menduakan Tuhan di dalam penyembahan. Mereka (musyrikah)
diharamkan menikahinya apalagi bagi wanita yang sama sekali tidak mengakui
adanya tuhan. Maka pengharaman untuk menikahinya lebih diutamakan.
3.
Murtaddah
Murtad adalah individu yang menjadi
kufur setelah iman, baik kekefurannya itu berupa perpindahan keyakinan atau
agama, atau sama sekali tidak memeluk agama. Kemurtadan di dalam Islam memiliki
hukum-hukum yang berkenaan dengan akherat (seperti yang tertera dalam al-Quran
surat al-Baqoroh 217), dan hukum-hukum yang berkenaan dengan dunia. Seperti
orang yang murtad tidak mendapat perlindungan dari masyarakat Islam, dan
diharamkan adanya hubungan perkawinan antara seorang muslim dan murtaddah
ataupun sebaliknya. Dan apabila terjadi perkawinan diantara keduanya maka
pernikahannya tidak sah. Dan jika kemurtadan itu timbul setelah terjadinya
perkawinan, maka suami dan istri tersebut harus dipisahkan dan hukum ini sudah
disepakati oleh para ahli fiqh.
4.
Ahli
Kitab
Jumhur ulama ahlussunnah menyatakan
bahwa pernikahan seorang muslim dengan wanita Ahlu Kitab diperbolehkan/halal
hukumnya. Yaitu berlandaskan al-Quran ayat 5 surat al-Maidah. Para ulama juga
melihat bahwa ahlli kitab saat ini juga termasuk dalam ayat tersebut. Penting
untuk diketahui juga, pembolehan Islam terhadap pernikahan wanita Ahli Kitab
didasari oleh dua perkara, yaitu :
a. Bahwa wanita Ahli Kitab memiliki
kesatuan sumber agama dengan agama Islam, dan diapun (wanita ahli Kitab)
beriman kepada Tuhan dan nabi-nabinya serta beriman pula akan adanya hari
pembalasan dan akherat.
b. Bahwa wanita Ahli Kitab yang
dikawini oleh seorang muslim, maka dia akan hidup di bawah naungan suaminya
yang muslim dan tunduk terhadap undang-undang masyarakat Islam. Sehingga lama kelamaan
wanita tersebut akan terpengaruh dengan ajaran-ajaran Islam. Dan sangat
diharapkan agar wanita tersebut dapat memeluk Islam setelah sekian lama ia
hidup di dalam masyarakat muslim.