BAB X
GEOPOLITIK INDONESIA
Geopolitik dan geostrategi merupakan permasalahan
yang sangat penting pada dua abad terakhir ini. Permasalahan ini menjadi
penting karena manusia yang telah berbangsa membutuhkan wilayah sebagai tempat
tinggalnya yang kemudian di kenal dengan Negara. Dalam perkembangannya
pengertian Negara tidak saja di arikan sebagai wilayah, tetapi di artikan lebih
luas, yaitu sebagai intitusi. Prasarat Negara sebagai initusi menurut Prof. DR. Sri Soemantri (Dikti, 2001
: 36) secara minimal meliputi unsur
wilayah, rakyat, dan pemerintah yang berkuasa. Unsur rakyat suatu Negara di
samping warga Negara juga meliputi bukan warga Negara. Agar Negara mencapai
tujuan nasioal aman dan sejahtera (Pembukaan UUD’45 Alinea IV) perlu pendidikan
kewarganegaraan. Pendidikan yang dimaksud agar warga Negara Indonesia tahu
tentang hak dan kewajiban, serta mampu berdiri dan tetap menjaga jati dirinya
di tengah arus globalisasi.
Bertitik tolak dari amanat UU No. 20/2003 tentang
sis diknas,khususnya penjelasan pasal 37,tujuan pendidikan kewarganegaraan
untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan
cinta tanah air. Secara
terperinci visi dan misi bahan ajar adalah agar peserta didik mampu :
1. Menjalaskan landasan histories
perkembangan pengetahuan tentang geopolitik yang kini menjadi salah satu unsur
dalam konsep perencanaan pembangunan bangsa dan Negara.agar tecapai tujuan
banga,
2. Menjelaskan konsepsi cara pandang wawasan
nasional bangsa Indonesia yang didasari filsafat pancasilayang pada hakekatnya
merupakan konsepsi geopolitik Indonesia,
3. Menguasai dan memahamiberbagai masalah
dasar kehidupan masyarakat, bangsa, dan Negara Indonesia dengan menerapkan
pandangan babngsa Indonesia tentang diri meliputi: sejarah,filsafat,kebhekaan
etnik, budaya,agama,dan lingkungan geografiyang berbentuk Negara kepulauan yang
berada diposisi silang antara dua benua dan dua lautan: serta
4. Mengaplasikan cara pandang bangsa
Indonesia dalam pembinaan dan pengendalian hidup bangsa di NKRI.
A. Latar Belakang Geopolitik
Orang dan tempat tidak
dapat dipisahkan! Tidak dapat dipisahkan rakyat dari bumi yang ada di bawah
kakinya. Demikian, kata Ir. Sukarno
pada 1 juni 1945 dihadapan siding BPUPKI (Setneg RI, tt: 66). Oleh karena itu,
setelah membangsa orang menyatakan tempat tinggal sebagai Negara. Dalam
perkembangan selanjutnya pengertian Negara tidak hanya tempat tinggal, tetapi
diartikan lebih luas lagi yang meliputi institusi, yaitu pemerintah, rakyat,
kedaulatan, dan lain - lain.
Karena orang dengan tempat
tinggalnya dapat di pisahkan,perebutan ruang yang menjadi hal yang menimbulkan
konflik antar manusia _induvidu, keluarga, masyarakat dan bangsa_ hingga kini,
meskipun bentuknya dapat secara fisik ataupn nonfisik. Untuk dapat
mempertahankan ruang hidupnya, suatu bangsa harus mempunyai kesatuan cara
pandang yang dikenal sebagai wawasan nasional. Para ilmuwan politik dan militer
menyebutnya sebagai geopolitik yang merupakan kepanjangan dari geografi
politik.
Konsep wawasan nasional
setiap bangsa berbeda. Hal ini berkaitan dengan profil diri bangsa sejarah,
pandangan hidup, ideology, budaya dan sudah barang tentu ruang hidupnya, yaitu
geografi. Kedua unsure pokok profil bangsa dan geografi inilah yang harus
diperhatikan dalam membuat konsep geopolitik bangsa dan Negara. Geopolitik
Indonesia dinamakan wawasan nusantara, dengan alasan sebagai berikut :
1. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah
Negara kepulauan (Setneg RI, tt: 66)
2. Indonesia berada di antara dua benua (Asia
dan Australia) dan dua lautan (Lautan India dan Lautan pasifik) sehinnga
tepatlah jika di namakan nusa diantara laut/air yang selanjutnya dinamakan Nusantara.
3. Keunikan lainnya adalah bahwa wilayah Nusantara
berada di Garis Khatulistiwa dan diliwati oleh Geostationery Satellite Orbit ( GSO ).
Konsep wawasan bangsa tentang wilayah mulai
dikembangkan sebagai ilmu pada akhir abad
XIX dan awal abad XX dan dikenal sebagai geopolitik, yang pada mulanya membahas
geografi dari segi politik negara (state).
Selanjutnya, berkembang konsep politik _dalam arti distribusi kuatan_ pada
hamparan geografi negara sehingga tidaklah berlebihan bahwa geopolitik sebagai
ilmu “baru” dicuragai sebagai pembenaran pada kosepsi ruang (Sunardi ,2004:157).
Oleh karena itu, dalam membahas masalah wawasan nasional bangsa, di samping membahas
sejarah terjadinya konsep wawasan nasional, akan dibahas pula teori geopolitik
dan implementasinya pada negara Indonesia.
1.
Geomorfologi Negara
Sebelum membahas masalah geopolitik
suatu negara, perlu didalami ciri khusus negara berdasarkan bentuk geomorfologinya
(ciri fisik dan nonfisik). Setelah abad XIX, perkembangan geopolitik
dipengaruhi oleh orentasi manusia pada konstelasi wilayah. Pada masa lalu _sebelum
abad XIX, pengertian negara identik dengan tanah sehingga banyak bangsa
menamakan negaranya dengan unsur tanah, misalnya England, Holland, Poland, Rusland,
atau Thailand.
Negara berdasarkan bentuk
geografinya dapat dibedakan dalam dua yaitu, pertama dikelilingi daratan (land lock country); dan yang kedua berbatasan
dengan laut, yang kemudian dapat dibedakan menjadi:
a.
negara pulau (oceanic archipelago)
b.
negara pantai (coastal archipelago)
c.
negara kepulauan (archipelago).
Adapun pengertian Asas Kepulauan berdasarkan UNCLOS 1982 adalah Kepulauan sebagai suatu kesatuan utuh
wilayah yang batas-batasannya ditentukan oleh laut, dalam lingkungan terdapat
pulau-pulau dan gugusan pulau-pulau. Selain itu, kepulauan dapat diartikan: gugusan pulau-palau ddengan perairan
diantaranya dan angkasa di atasnya sebagai kesatuan utuh, dengan unsur air
senagai penghubung.
2. Perkembangan Teori
Geopolitik
Istilah geopolitik semula sebagai
ilmu politik, kemudian berkembang menjadi pengetahuan tentang sesuatu yang berhubungan
dengan konstelasi ciri _khas negara yang berupa bentuk, Luas, letak, iklim, dan
sumber daya alam_ sutau negara untuk membangun dan membina negara. Para penyelenggara pemerintah nasional hendaknya menyusun
pembinaan politik nasional berdasarkan kondisi dan situasi geomorfologi secara
ilmiah berdasarkan cita-cita bangsa. Adapun geostrategi diartikan sebagai
pelaksanaan geopolitik dalam negara (Poernomo: 1972).
Kemudian, teori
geopolitik berkembang menjadi konsepsi wawasan nasional bangsa. Oleh karena itu, wawasan nasional bangsa
selalu mengacu pada geopolitik. Dengan wawasan nasional suatu negara, dapat
dipelajari kemana arah arah perkembangan sautu negara.
3. Beberapa Pandangan para
pemikir geopolitik
Sebelum membahas wawasan nasional, terlebih dahulu perlu pembahasan
tentang beberapa pendapat dari para penulis geopolitik. Semula geopolitik
adalah ilmu bumi politik yang membahas masalah politik dalam suatu negara, lalu
berkembang menjadi ajaran yang melegitimasi Hukum Ekspansi suatu negara. Hal ini tidak terlepas sumbangsih
pemikiran dari pada penulis, diantaraya:
a.
Teori Geopolitik Kontinental
Friedrich Ratzel (1844-1904).
Teori yang dikemukakannya adalah teori
ruang yang dalam konsepsinya dipengaruhi oleh ahli biologi Charles Darwin. Ia menyamakan negara
sebagai makhluk hidup yang makin sempurna serta membutuhkan ruang hidup yang
makin meluas karena kebutuhan. Dalam teorinya, bahwa bangsa yang berbudaya
tinggi akan membutuhkan sumber daya yang tinggi dan akhirnya mendesak wilayah
bangsa yang “primitif”. Pendapat ini dipertegas Rudolf Kjellen (1864-1922) dengan teori kekuatan, yang pada
pokoknya menyatakan bahwa negara adalah satuan politik yang menyeluruh serta
sebagai satuan biologis yang memiliki intelektual. Dengan kekuatannya, ia mampu
mengeksploitasi negara “primitif” agar negaranya dapat swasembada. Beberapa
pemikir sering menyebutnya sebagai Darwinisme
social.
Karl Haushofer
(1869-1946).
Haushofer yang pernah menjadi atase militer di Jepang meramalkan bahwa Jepang
akan menjadi negara yang jaya di dunia. Untuk menjadi jaya, suatu bangsa harus
mampu menguasai benua-benua di dunia. Ia berpendapat bahwa pada hakekatnya
dunia dapat dibagi atas empat kawasan benua (Pan Region) dan dipimpin oleh negara unggul. Teori Ruang dan
Kekuatan merupakan hasil penelitiannya serta dikenal pula sebagai teori
Pan Regional, yaitu:
1)
Lebensraum (ruang hidup) yang “cukup”;
2)
Autarki (swasembada); serta
3)
Dunia
dibagi empat Pan Region, tiap region
dipimpin satu bangsa (nation) yang
unggul, yaitu Pan Amerika, Pan Asia Timur, Pan Rusia India, serta Pan Eropa
Afrika. Dari pembagian daerah inilah, dapat diketahui percaturan politik
masalah lalu dan masa depan.
Pengaruh Haushofer
_menjelang Perang Dunia II_ sangat besar di Jerman ataupun di Jepang. Semboyan Macht und Erde di Jerman serta doktrin Fukoku Kyohei di Jepang melandasi
pembangunan kekuatan angkatan perang kedua negara tersebut menjelang Perang
Dunia II.
b.
Wawasan Geopilitik
Selanjutnya masih ada beberapa pandangan geopolitik lain, akan
tetapi lebih cenderung menunjukkan kepada suatu wawasan yaitu
1) Wawasan Benua
Sir Halford Mackinder (1861-1947)
Teori Daerah Jantung (dikenal pula sebagai wawasan benua). Dalam teori ahli geografi
ini, mungkin terkandung maksud agar negara lain selalu berpaling pada
pembentukan kekuatan darat. Dengan demikian, tidak mengganggu pengembangan
armada laut Inggris. Teorinya dapat disimpulkan sebagai berikut :
a.
Dunia
terdiri atas 9/12 air, 2/12 pulau dunia (Eropa, Asia, Afrika), serta sisanya
1/12 pulau lainnya.
b.
Daerah
terdiri atas Daerah Jantung (Heartland),
terletak di pulau dunia, yaitu Rusia, Siberia, sebagian Mongolia, Daerah Bulan
Sabit Dalam (inner cresent) meliputi
Eropa Barat, Eropa Selatan, Timur Tengah, Asia Selatan, Asia Timur, serta Bulan
Sabit Luar (outer cresent) meliputi
Afrika, Australia, Amerika / Benua Baru.
c.
Apabila
suatu negara ingin menguasai dunia, harus menguasai Dunia Jantung, untuk itu
diperlukan kekuatan darat yang memadai.
Teori geopolitik Mackinder
dapat disimpulkan sebagai berikut (Sunardi, 2004: 166): Who rules East Europe commands the
Heartland; who rules the Heartland commands the world; Island, Who rules the
world Island commands the World.
2) Wawasan Bahari
Sir Walter Raleigh (1554-1618) dan Alfred T.
Mahan (1840-1914)
Teori Kekuatan Maritim yang direncanangkan oleh Raleigh , bertepatan dengan kebangkitan armada
Inggris dan belanda yang ditandai dengan kemajuan teknologi perkapalan dan
pelabuhan, serta semangat perdagangan yang tidak lagi mencari emas dan sutra di
Timur (Simbolon,1995 : 425).
Pada masa ini pula, lahir pemikiran hukum laut internasional yang
berlaku sampai tahun 1994 (setelah UNCLOS 1982 disetujui melalui SU PBB).
a.
Sir W.Raleigh: Siapa yang kuasai laut
akan menguasai perdagangan dunia/kekayaan dan akhirnya menguasai dunia, karena
itu ia harus memiliki armada laut yang kuat. Sebagai tindak lanjut, maka Inggris
berusaha menguasai pantai-pantai benua, paling tidak menyewanya.
b.
Alfred T.Mahan: Laut untuk kehidupan,
sumber daya alam banyak terdapat di laut, maka harus dibangun armada laut yang
kuat untuk menjaganya. Menurut Mahan,
di samping hal tersebut, juga perlu diperhatikan masalah akses ke laut dan
jumlah penduduk karena faktor ini juga akan memungkinkan kemampuan industri
untuk kemandirian suatu bangsa dan negara.
3) Wawasan Dirgantara
Giulio Douhet (1869-1930) William Mitcel (1879-1936).
Awal abad XX merupakan kebangkitan ilm
pengetahuan pener_bangan. Kedua orang ini mencita-citakan berdinya Angkatan
Udara. Dalam teorinya, disebutkan bahwa kekuatan udara mampu beroperasi hingga
belakang lawan, serta kemenangan akhir ditentukan oleh kekuatan udara.
4) Wawasan Kombinasi
. Nicholas J. Spijkman (1893-1943).
Teori Daerah Batas (Rimland theory). Teorinya
dipengaruhi oleh Mackinder dan Haushover, terutama dalam membagi
daerah. Karena ia adalah bangsa Belanda yang pada dasarnya bangsa mari_tim, maka
menurutnya penguasa daerah jantung harus ada akses ke laut hendaknya menguasai
pantai Eurasia. Dalam teorinya tersirat:
a. Dunia menurunya terbagi empat daerah, yaitu
daerah jantung (Hearland), Bulan
Babit Dalam(Rimland), Bulan Sabit
Luar, dan Dunia Baru(Benua amerika);
b. Menggunakan kombinasi kekuatan darat, laut,
udara untuk kuasai dunia;
c. Daerah Bulan Sabit Dalam (Rimland) akan lebih besar panga_ruhnya
dalam percaturan politik dunia dari pada daerah jantung; serta
d. Wilayah Amerika yang paling ideal dan
menjadi negara terkuat.
4. Bangsa Indonesia
Wawasan bangsa Indonesia tersirat melalui
UUD 1945 antara lain:
a. Ruang hidup bangsa terbatas diakui
internasional;
b. Setiap bangsa sama derajatnya,
berkewajiban menjaga per_damaian dunia; serta
c. Kekuatan bangsa untuk mempertahankan
eksistensi dan kemakmuran rakyat.
Dari pembahasan tersebut, dapat
disimpulkan bahwa teori geopolitik menjadi doktrin dasar bagi terbentuknya
Negara nasional yang kuat dan tangguh. Sebagai doktrin dasar, ada empat unsur
yang perlu diperhatikan, yaitu (Sunardi, 2004: hlm. 189 s.d. 177):
1. Konsepsi Ruang, yang merupakan aktualisasi
dari pemikiran Negara sebagai organisasi hidup. Ruang yang merupakan inti dari
konsepsi geopolitik merupakan wadah dinamika politik dan militer. Hal ini juga
dapat dirasakan pada era Perang Dingin antara Blok Barat dan Blok Timur_ ketika
kedua kutub saling mencari pengaruh di dunia ketiga (Negara Sedang Berkembang).
2. Konsepsi Frontier, yang merupakan
konsekuensi dari kebutuhan dan lingkungan. Frontier merupakan batas imajiner di
antara dua Negara yang saling mempengaruhi. Oleh karena itu, batas resmi
(boundary) dapat bergeser karena berbagai pengaruh, terutama masalah social,
budaya, ataupun ekonomi. Pengaruh negara asing/tetangga _yang lebih maju_
apabila tidak ditangani secara serius, akan menimbulkan gejolak politik yang
melibatkan pemerintah.
3. Konsepsi Politik Kekuatan, yang ingin
menjelaskan tentang kehi_dupan bernegara. Politik kekuatan yang merupakan faktor
dinamika kehidupan bangsa karena dinamika organisme bangsa. Dunia yang meyempit
dan percepatan jalannya sejarah (Wright, 1941: hlm. 5 s.d. 7) sebagai akibat
revolusi teknik. Dengan
demikian dunia semakin terbuka dan cita-cita dunia tanpa batas (Ohmae, 1990:
214) merupakan ciri globalisasi. Fenomena ini harus dapat ditangkal oleh setiap
Negara, lebih-lebih bagi negara sedang berkembang.
4. Konsepsi Keamanan Negara dan Bangsa, yang
kemudian melahirkan konsepsi geostrategi. Geopolitik akhirnya bertujuan untuk
pengamanan negara, baik secara fisik maupun social (ekonomi, budaya, dan
kehidupan social lainnya). Untuk itu, perlu dipersiapkan daerah penyangga yang
dikenal sebagai daerah frontier yang berbatasan dengan Negara jira dan
dipersiapkan secara sistematis pembangunannya.
B. GEOPOLITIK INDONESIA
Wawasan
Nasional
Wawasan berasal darai kata wawas
yang berarti meninjau, memandang, atau mengamati. Dengan demikian, wawasan
dapat diartikan konsepsi cara pandang (KBBI, 2002: 1271). Pada awal era
revormasi, istilah ini menjadi kurang popular sehingga para politisi pun enggan
menggunakannya (tidak lagi tersurat dalm GBHN 19999 sebagai wawasan bangsa).
Wawasan nasional suatu bangsa terbentuk karena bangsa tersebut
tinggal dalam suatu wilayah yang diakui sebagai miliknya untuk kehidupannya.
Oleh karena itu, apabila suatu bangsa dibahas, akan terkait pula masalah
sejarah diri dan budaya, falsafah hidup, serta tempat tinggal dan lingkungan
bangsa tersebut. Dari ketiga aspek itu, tercetus aspirasi bangsa yang kemudian
dituangkan dalam perjanjian tertulis-konstitusi-ataupun tidak tertulis. Perjanjian
ini tetap menjadi catatan hidup-motivasi –yang semuanya dituangkan menjadi
ajaran –doktrin -dasar untuk membanngun negara yang berupa wawasan nasional.
Wawasan nasioal bangsa Indonesia dinamakan wawasan
nusantara yang merupakan implementasi perjuangan pengakuan se-bagai negara
kepulauan yang disesuaikan dengan kemajuan zaman. Pada masa lalu negara
kepulauan yang meliputi kumpulan pulau-pulau_berdasarkan contour yang dipisahkan oleh laut. Paham Nusantara menunjukkan dua
arah pengaruh, yaitu :
1.
ke dalam: berlaku asas
kepulauan yang menuntut terpenuhnya unsur tanah dan air yang selaras dan serasi
untuk merealisasikan wujud tanah air;serta
2.
ke luar: berlakunya asas posisi antara yang
menuntut posisi kuat bagi Indonesia
untuk dapat berdiri tegak dari tarikan segala penjuru.
Wawasan Nusantara
Geopolitik Indonesia
dinamakan wawasan nusantara, yang secara umum didefinisikan sebagai cara
pandang dan sikap bangsa Indonesia
tentang dirinya yang bhineka, serta lingkungan geografinya yang berwuud negara
kepulauan berdasarkan pancasila dan UUD 1945. Adapun tujuannya adalah untuk
mewujudkan persatuan dan kesatuan segenap aspek kehidupan nasional, dan turut
serta menciptakan ketertiban dan perdamaian dunia. Kesemua itu dalam rangka
mencapai Tujuan Nasional. Oleh karena
itu, hakikat tujuan Wawasan Nusantara adalah kesatuan dan persatuan dalam
kebhinekaan, yang mengandung arti sebagai berikut :
1. Penjabaran tujuan nasional yang telah
diselaraskan dengan kondisi, posisi dan potensi geografi, serta kebhinekaan
budaya.
2. Pedoman dan pola tindak serta pola pikir
kebiaksanaan nasional.
3. Hakekat Wawasan Nusantara dasar persatuan
dan kesatuan dalam kebhinekaan.
Kedudukan Wawasan Nusantara
Dalam system kehidupan nasional Indonesia sebagai
paradigma kehidupan nasional Indonesia yang urutannya sebagai berikut :
1. Pancasila sebagai falsafah, ideology
bangsa, dan dasar negara.
2.
UUD 1945 sebagai konstitusi negara.
3.
Wawasan Nusantara sebagai
geopolitik bangsa Indonesia .
4. Ketahanan Nasional sebagai geostrategi
bangsa dan Negara Indonesia.
5. Politik dan strategi nasional sebagai
kebijaksanaan dasar nasional dalam pebangunan nasional.
Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional sebagai
doktrin dasar pengaturan kehidupan nasional. Sementara itu, politik dan
strategi nasional, sebagai kebijaksanaan dasar nasional dalam bentuk GBHN- masa
ORBA- yang dijabarkan lebih lanjut dalam kebijaksanaan strategi pada strata di bawahnya.
Doktrin dasar adalah himpunan prinsip atau teori
yang diajarkan, dianjurkan dan diterima sebagai
kebenaran, untuk dijadikan pedoman dalam melaksanakan kegiatan, serta dalam
usaha mencapai tujuan. Doktrin dasar adalah doktrin yang timbul dari pemikiran
yang bersifat falsafah.
Peranan Wawasan Nusantara
Dalam kehidupan kehidupan nasional, Wawasan Nusantara
dijelaskan peranannya untuk :
1. Mewujudkan serta memelihara persatuan dan
kesatuan, yang serasi dan selaras pada segenap aspek kehidupan nasional.
2. Menumbuhkan rasa tanggung jawab atau
pamanfaatan lingkungannya. Peranan ini berkaitan dengan adanya hubungan yang
erat dan saling terkait dan ketergantungan antara bangsa dan ruang hidupnya. Oleh
karena itu, pemanfaatan lingkungan harus bertanggung jawab. Jika tidak, maka
akan menimbulkan kerusakan lingkugan yang pada akhirnya akan merugikan bangsa.
3. Menegakkan kekuasaan guna melindungi
kepentingan nasional. Kepentingan nasional menjadi dasar hubungan antara
bangsa. Apabila suatu bangsa kepentingan nasionalnya sejalan atau parallel
dengan kepentingan nasional bangsa lain, maka kedua bangsa itu akan mudah
terjalin hubungan persahabatan.
4. Merentang hubungan Internasional dalam
upaya ikut menegakkan perdamaian.
Wajah Wawasan Nusantara
Pengertian istilah wajah adalah roman muka. Wajah
manusia hanya satu, tetapi wajah itu memiliki beberapa roman muka dan tiap
roman muka berbeda satu dengan yang lain sesuai dengan situasi dan kondisi yang
dihadapi.
Dalam hubungan itu, dapat dikatakan bahwa
geopolitik Indonesia hanya satu, yaitu Wawasan Nusantara (Wasantara). Namun,
wajahnya lebih dari satu, yaitu ada 4 wajah yang meliputi :
1. Wajah Wasantara sebagai Wawasan Nasional
yang melandasi konsepsi Ketahanan Nasional.
2. Wajah Wasantara sebagai wawasan
pembangunan nasional.
3. Wajah Wasantara sebagai wawasan pertahanan
dan keamanan.
4. Wajah Wasantara sebagai wawasan
kewilayahan.
Wasantara Sebagai Landasan
Konsepsi Ketahanan Nasional
Wajah Wasantara dalam pengembangannya dipandang
sebagai konspsi politik ketatanegaraan dalam upaya mewujudkan tujuan nasional.
Sebagai suatu konsepsi politik yang di dasarkan pada pertimbangan konstelasi
geografis, wawasan nusantara dapat di katakan merupakan penerapan teori
geopolitik dari bangsa Indonesia.
Dengan demikian, wawasan nusantara selanjutnya
menjadi landasan penentuan kebijaksanaan politik Negara. Dalam perjuangan
mencapai tujuan nasional, akn banyak menghadapi tantangan, hambatan dan
gangguan baik yang datang dari luar negri maupun dari dalam negri sendiri.
Untuk menanggulanginya,dibutuhkan suatu kekuatan baik fisik maupun mental.
Semakin tinggi kekuatan itu makin tinggi pula kemampuannya. Kekuatan dan
kemampuan yang diistilahkan ketahanan nasional berdasarkan rangkaian pemikiran
tersebut maka ketahanan nasional diartikan sebagai konsepsi pengaturan dan
penyelenggaraan dalam mencapai persatuan serta kesatuan nasional dalam rangka
mencapai kesejahteraan dan keamanan nasional. Bertolak dari pandangan ini maka
ketahanan nasional merupakan geostrategi nasional untuk mencapai sasaran yang
telah ditegaskan dalam wawasan nusantara dan perlu ditingkatkan dengan
berpedoman pada wawasan nusantara.
Wasantara sebagai Wawasan Pembangunan Nasional
Menurut UUD 1945 MPR wajib membuat GBHN. GBHN_masa ORBA_ menegaskan bahwa wawasan
dalam penyelenggaraan pembangunan nasional adalah Wawasan Nusantara yang
bersumber pada pancasila dan UUD 1945. Wawasan Nusantara adalah cara pandang
dan sikap bangsa Indonesia mengenai diri serta lingkungannya dengan mengutamakan
persatuan dan kesatuan bangsa. Di samping itu, dengan mengutamakan kesatuan
wilayah dalam penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Hal ini mencakup :
1.
Perwujudan kepulauan Nusantara
sebagai satu kesatuan politik, yang berarti :
a.
bahwa kebulatan wilayah
nasional dengan segala isi dan kekayaannya merupakan kesatuan wilayah, wadah,
ruang hidup dan kesatuan matra seluruh bangsa serta menjadi modal dan milik
bersama bangsa
b.
bahwa bangsa Indonesia yang terdiri atas
berbagai suku dan berbicara dalam berbagai bahasa daerah, serta
memeluk/menyakini berbagai agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
harus merupakan suatu kesatuan bangsa yang bulat dalam artian seluas-luasnya.
c.
bahwa secara psikologis bangsa Indonesia
harus merata satu, senasib sepenanggungan, sebangsa dan setanah air, serta
mempunyai satu tekad dalam mencapai cita-cita bangsa.
d.
bahwa Pancasila adalah
satu-satunya falsafah serta ideology bangsa dan negara yang melandasi,
membimbing dan menyerahkan bangsa menuju tujuannya.
e.
bahwa kehidupan politik
diseluruh wilayah Nusantara merupakan suatu kesatuan politik yang
diselenggarakan berdasarkan pancasila dan UUD 1945.
f.
bahwa seluruh kepulauan Nusantara
merupakan satu kesatuan system hukum dalam arti bahwa hanya ada satu hukun
nasional yang mengabdi kepentingan nasional;serta
g.
bahwa bangsa Indonesia yang hidup berdampingan
dengan bangsa lain ikut menciptakan ketertiban nasional yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial melalui politik luar negri
bebas dan aktif serta diabadikan pada kepen_tingan nasional
2. Pewujudan kepulauan Nusantara sebagai satu
kesatuan ekonomi, yang berati:
a. bahwa kekayaan wilayah Nusantara, baik
potensial maupun efektif adalah modal dan milik bersama bangsa dan bahwa keperluan
hidup sehari-hari harus tersedia merata di seluruh wilayah tanah air;
b. tingkat perkembangan ekonomi harus serasi
dan seimbang di seluruh daerah, tanpa meninggalkan kehidupan ekonominya; serta
c. kehiduan perekonomian di setiap wilayah Nusantara
meru_pakan satu kesatuan ekonomi yang diselenggarakan sebagai usaha bersama
mendasar atas asas kekeluargaan dan ditujukan bagi sebesar-besar kemakmuran
rakyat.
3. Perwujudan kepulauan Nusantara sebagai
satu kesatuan sosial dan budaya yang berarti:
a. bahwa masyarakat Indonesia adalah satu,
maka perikehidupan bangsa harus merupakan kehidupan yang serasi dengan terdapat
tingkat kemajuan masyarakat yang sama merata dan seimbang, serta adanya
keselarasan kehidupan yang sesuai dengan tingkat kemajuan bangsa; serta
b. bahwa budaya bangsa Indonesia pada
hakikatnya adalah satu, sedangkan corak ragam budaya yang ada menggambarkan
kekanyaan budaya bangsa. Kekayaan ini menjadi modal dan landasan pengembagan
budaya bangsa seluruhnya. Tentunya dengan tidak menolak nilai-nilai budaya lain
yang tidak bertentangan dengan nilai budaya bangsa, serta hasil-hasilnya dapat
dinikmati oleh bangsa.
4. Perwujudan kepulauan Nusantara sebagai
kesatuan pertahanan dan keamanan, yang berarti:
a. bahwa ancaman terhadap satu pulau atau
satu daerah pada hakikatnya merupakan ancaman terhadap seluruh bangsa dan
Negara; serta
b. bahwa tiap-tiap warga negara mempunyai hak
dan kewajiban yang sama dalam rangka pembelaan negara dan bangsa.
Dari rangkaian uraian di atas, dapat
di simpulkan sebagai berikut.
1. Wawasan Nusantara merupakan penjabaran
tujuan nasional yang telah diselaraskan dengan kondisi, posisi dan potensi
geografi, serta kebhinnekaan bangsa dalam rangka mewujudkan persatuan dan
kesatuan.
2. Wawasan Nusantara merupakan pola tindak
dan pola pikir dalam melaksanakan pembangunan nasional.
Wasantara sebagai Wawasan Pertahanan dan Keamanan Negara.
Wawasan Nusantara adalah pandangan geopolitik
Indonesia dalam mengartikan tanah air Indonesia sebagai satu kesatuan yang
me-liputi seluruh wilayah dan segenap kekuatan negara.
Mengingat bentuk dan letak
geografis Indonesia yang merupakan suata wilayah lautan dengan pulau-pulau di
dalamnya dan mempunyai letak ekuator besarta segala sifat dan corak
khasnya,maka implementasi nyata dari Wawasan Nusantara yang menjadi kepentingan-kepentingan
pertahanan keamanan negara harus ditegakkan. Realisasi penghayatan dan
pengisian Wawasan Nusantara di satu pihak menjamin keutuhan wilayah nasional
dan melindungi sumber-sumber kekayaan alam beserta penyelarasannya, sedangkan
di lain pihak dapat menunjukkan kedaulatan negara Republik Indonesia.
Untuk dapat memenuhi
tuntutan itu dalam perkembangan dunia, maka seluruh potensi pertahanan ke
amanan Negara haruslah sedini mungkin ditata dan di atur menjadi suatu kekuatan
yang utuh dan menyeluruh. Kesatuan pertahanan dan keamanan negara mengandung
arti bahwa ancaman terhadap sebagian wilayah mana pun pada hakikatnya merupakan
ancaman terhadap seluruh bangsa dan negara.
Wasantara sebagai Wawasan
Kewilayahan
Sebagai
faktor eksistensi suatu Negara, wilayah nasional perlu di tentukan
batas-bataasnya agar tidak terjadi sengketa dengan Negara tetangga. Oleh karena
itu, pada umumnya batas-batas wilayah suatu negara dirumuskan konstitusi negara
(baik tertulis maupun tidak tertulis). Namun, UUD’45 tidak memuat secara jelas
ketentuan wilayah negara Republik Indonesia, baik dalam Pembukaan maupun dalam
pasal-pasalnya. Adapun pasal-pasal yang menyebut
wilayah/daerah, yaitu:
1.
Pada pembukaan UUD’45, alinea
IV di sebutkan “…seluruh tumpa darah Indonesia …”;
serta
2.
Pasal 18, UUD’45: “Pembagian daerah indnesia atas daerah besar
dan kecil…”.
Untuk dapat memahami manakah yang di maksudkan dengan wilayah atau
tumpah darah Indonesia itu, maka perlu ditelusuri pemba_hasan-pembahasan yang
terjadi pada siding-sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (BPUPKI), pada Mei s.d. Juni 1945,
yang ditetapkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI), sehari
setelah Proklamasi Kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945. Adapun pembahasan-pembahasan
tersebut bersumberkan pada Rancangan UUD dan Piagam Jakarta yang dihasilkan
oleh BPUPKI. Dalam rangkaian siding-sidang BPUPKI bulan Mei s.d. Juni 1945,
telah dibahas masalah wilayah Negara Indonesia
merdeka yang lebih populer disebut tanah air atau juga “tumpah darah” Indonesia .
Dalam sidang-sidang ini yang patut dicatat adalah pendapat Dr.
Supomo, S.H. dan Muh.Yamin, S.H. pada 31 Mei 1945, serta Ir.Sukarno pada 1 Juli
1945.
Supomo menyatakan,antara lain:
“Tentang syarat mutlak lain –lainnya, pertama tentang daerah, saya
mufakat dengan pendapat yang menga-takan: pada dasarnya Indonesia yang harus meliputi batas
Hindia Belanda…” (Setneg RI , tt : 25).
Muh.Yamin menghendaki, antara lain:
“….. bahwa Nusantara terang meliputi Sumatera, Jawa-Madura, Sunda
Kecil, Borneo, Selebes, Maluku-Ambon, dan Semenanjung Malaya, Timor dan
Papua…..Daerah kedaulatan negara Republik Indonesia ialah daerah yang delapan
yang menjadi wilayah pusaka bangsa Indonesia” (Setneg RI, tt : 49).
Sokarno dalam
pidaonya, antara lain:
“…Orang dan tempat tidak dapat dipisihkan. Tidak dapat di pisahkan rakyat
dari bumi yang ada di bawah kakinya. … Tempat itu yaitu tanah-air. Tanah-air
itu adalah satu kesatuan. Allah
SWT membuat peta dunia, meyusun peta
dunia, kita dapat menunjukkan di mana “kesatuan-kesatuan” di situ. Seorang anak
kecil pun, jikalau ia melihat dunia, ia dapat menunjukakan bahwa kepulauan
Indonesia merupakan satu kesatuan…”(Setneg RI, tt: 66).
Adapun yang disepakati sebagai wilayah negara
Indonesia adalah bekas wilayah Hindia Belanda. Namun, dalam rancangan UUD atau
pun dalam keputusan PPKI tentang UUD 1945 ketentuan tentang wilayah negara
Indonesia itu tidak dicantumkan. Hal ini di jelaskan oleh ketua PPKI__Ir. Sukarno__bahwa
dalam UUD yang modern, daerah (=Wilayah) tidak perlu masuk dalam UUD (Setneg
RI, tt: 347). Berdasarkan penjelasan dari Ketua PPKI tersebut, jelaslah bahwa
wilayah, tanah air, atau tumpah darah Indonesia meliputi batas bekas Wilayah
Hindia Belanda.
Untuk menjamin pelestarian kedaulatan, serta
melindungi unsur wilayah dan kepentingan nasional, dibutuhkan ketegasan tentang
batas wilayah. Ketegasan batas wilayah tidak saja untuk mempertahankan wilayah,
tetapi juga untuk menegaskan hak bangsa dan negara dalam pergaulan
internasional. Wujud geomorfologi Indonesia berdasarkan pancasila—dalam arti
persatuan dan kesatuan—menuntut suatu konsep kewilayahan yang memandang
daratan/pulau, lautan, serta udara angkasa di atasnya sebagai satu kesatuan
wilayah. Dari dasar inilah, laut bukan lagi sebagai alat pemisah wilayah.
Dalam menentukan batas wilayah negara, Pemerintah
RI meng-acu pada Aturan Peralihan UUD’45, Pasal II—“Segala badan Negara dan
peraturan yang ada masih langsung berlaku, selama belum diadakan yang baru
menurut Undang-Undang Dasar ini”—yang memberlakukan undang-undang
sebelumnya. Pemerintah Hindia Belanda telah mengeluarkan peraturan
perundang-undangan wilayah dan termuat dalam Ordonantie tahun 1939 yang diundangkan pada 26 Agustus 1939 yang
dimuat dalam Staatblad No. 422 tahun
1939, tentang “Territoriale Zee en Maritiem
Kringen Ordonantie”.
Berdasarkan ketentuan ordonansi ini, penentuan
lebar laut wilayah sepanjang 3 mil laut dengan cara penarikan garis pangkal
berdasarkan garis pasang surut, yang dikenal pula mengikuti contour pulau/darat. Ketentuan demikian
itu mempunyai konsekuensi bahwa secara hipotetis setiap pulau yang merupakan
bagian wilayah negara Republik Indonesia mempunyai laut territorial
sendiri-sendiri.
Sementara itu, di sisi luar atau sisi laut (outer limits) dari tiap-tiap laut
territorial dijumpai laut bebas. Jarak antara satu pulau dengan pulau lain yang
menjadi bagian wilayah negara Republik Indonesia “dipisahkan” oleh adanya
kantong-kantong laut yang berstatus sebagai laut bebas yang berada di luar
yuridiksi nasional. Dengan
demikian, dalam kantong-kantong laut nasional tidak berlaku hukum nasional.
Berdasarkan hal itulah, pada 13 Desember 1957
dikeluarkan pengumuman Pemerintah Republik Indonesia tentang wilayah perairan
Negara Republik Indonesia yang dikenal sebagai “Deklarasi Juanda” – Ir. Juanda
pada periode itu sebagai Perdana Menteri Republik Indonesia – yang pada
hakikatnya melakukan perubahan terhadap ketentuan ordonansi pada lembaran negara
(staatblad) No. 442 tahun 1939. Isi
pengumuman tersebut sebagai berikut:
1. Cara penarikan batas laut wilayah tidak lagi
didasarkan pada garis pasang surut (low
water line), tetapi didasarkan pada system penarikan garis lurus (straight base line) yang diukur dari
garis yang menghubungkan titik-titik ujung yang terluar dari pada pulau-pulau
atau bagian pulau yang termasuk ke dalam wilayah negara Republik Indonesia (= point to point theory).
2. Penentuan lebar laut wilayah dari 3 mil laut
menjadi 12 mil laut. Deklarasi Juanda pada hakikatnya adalah menerapkan asas archipelago atau Nusantara. Di dalam
deklarasi ini terkandung kepentingan dan tujuan bangsa Indonesia, yaitu
keutuhan wilayah negara di lautan.
Selanjutnya, deklarasi ini diakomodasikan
dalam rangkaian peraturan perundang-undangan sebagai berikut:
1.
Undang-Undang No. 4 PRP tahun 1960 tentang perairan Indonesia . Dalam UU ini, diberikan penjelasan dan kejelasan
sebagai berikut:
a. Alasan atau argumentasi perlunya meninjau
kembali peraturan tentang penentuan batas laut wilayah;
b. Makna dan pengertian perairan Indonesia,
laut wilayah Indonesia, serta perairan pedalaman Indonesia.
3.
Peraturan
Pemerintah No. 8 tahun 1960 tentang lalu-lintas laut damai perairan Indonesia.
Peraturan ini menentukan aturan-aturan, antara lain tentang lalu lintas laut
damai kendaraan air asing di perairan pedalaman, pengertian, dan makna lalu
lintas damai kendaraan asing, serta bentuk dan luas kedaulatan wilayah
Nusantara sejak “Deklarasi Juanda 1957”.
Tantangan Bangsa Indonesia
Akibat Deklarasi Juanda
Dengan
adanya Deklarasi Juanda, secara yuridis formal negara Indonesia menjadi utuh
tidak terpecah lagi. Hal ini menimbulkan reaksi beberapa negara yang beragam
dan dapat dikatagorikan menjadi 4 macam reaksi sebagai berikut (Kusumaatmaja,
2002: 26):
1. Negara-negara ASEAN termasuk Australia dan kini Timor Leste;
2. Negara-negara yang berkepentingan terhadap
usaha perikanan laut;
3. Negara-negara maritim yang memiliki armada
angkutan niaga besar; serta
4. Negara maritim besar—terutama negara
adidaya—dalam rangka mencapai tujuan strategi global.
Tidak
kalah penting adalah tantangan ke dalam, yakni mema-hami makna negara kepulauan
dan makna “benua maritime” (Zen, 2005). Selain itu, menghilangkan paham bahwa
batas wilayah tidak lagi berdasarkan garis pantai atau contour/coastline base, tetapi atas dasar base line.
GEOPOLITIK DAN HUKUM
KEWILAYAHAN
Hukum Laut dan
Perkembangannya
Perkembangan Sejarah hukum laut tidak lepas
dari kemajuan teknologi maritime—perkapalan dan kepelabuhanan – Belanda dan
Inggris, serta orientasi komoditi perdagangan dunia (Simbolon, 1995). Setelah
Perang Salib sampai dengan bagian akhir zaman pencerahan (renaissance), laut praktis hanya menjadi milik Spanyol dan Portugal
sehingga ada semacam pembagian wilayah yuridiksi dari kedua Negara tersebut.
Bagian akhir zaman pencerahan (renaissance),
teknologi maritime Belanda dan Inggris melampaui Spanyol dan Portugal. Oleh
Karena itu, hukum laut banyak ditentukan oleh polemik bangsa Belanda dan
Inggris.
Namun, sebelum membahas polemik yang
menghasilkan rezim hukum laut, ada baiknya dibahas terlebih dahulu hakikat
laut. Hakikat laut adalah:
1.
bebas, merdeka dan bergerak,
serta relatif tetap dan tidak mudah dirusak;
2.
datar
dan tebuka, serta tidak dapat dipakai sembunyi;
3.
tidak
dapat dikuasai secara mutlak (tidak dapat dikaveling, sulit diberi tanda);
serta
4.
media untuk bermacam-macam alat
angkut, terutama yang bervolume besar.
Dari hakikat tersebut timbul, falsafah hukum laut yang berbuntut
pada perebutan wilayah laut yakni:
1.
Res Nullius: Laut tidak ada yang
memiliki, karena itu dapat diambil dan dimiliki setiap negara;
2.
Res Communis: Laut milik masyarakat
dunia, karena itu tidak dapat diambil/dimiliki oleh setiap negara.
Belanda dan Inggris merasa bahwa mereka tidak harus tunduk pada
negara yang lebih “primitif”. Oleh karena itu, para ahli hukum dari kedua negara
tersebut saling berpolemik mengeluarkan argumentasi tentang hak atas laut.
1.
Hugo Grotius, seorang ahli hukum
internasional Belanda memberikan teori “Mare
Liberum” (laut bebas). Laut tidak dapat di kuasai suatu negara dengan jalan
“okupasi” (menduduk), karena itu laut menjadi bebas.
2.
John Selden, seorang ahli hukum Inggris
yang pada tahun 1635 menulis tentang hukum laut dengan judul, “Mare Clausum” (hak kuasa laut), sebagai
jawaban atas teori Grotius. Menurutnya,
setiap negara dapat menguasai laut.
Sebagai koreksi atas tulisan tersebut di atas, Grotius memuat argument bahwa, laut wilayah dapat dimiliki
sepanjang dapat dikuasai dari darat. Ini berarti laut hanya milik negara
pantai. Selanjutnya , Selden
menginginkan adanya hak lintas damai bagi kapal-kapal dengan alasan untuk
membeli suplai segar dari negara pantai.
Cornelis Bijenkershoek (seorang Belanda) berpandapat bahwa laut wilayah adalah 3 mil laut
dari pantai pada saat pasang surut. Argumentasi ini didasari bahwa jangkauan
meriam kurang lebih 3 mil.Ketentuan ini berlaku hingga tahun 1994, yaitu dengan
adanya pengesahan melalui Sidang Umum PBB, yang merupakan tindak lanjut dari United Nations Convention on the of the sea—di
kenal UNCLOS 1982—berdasarkan persetujuan 118 negara di Montego Bay, Jamaica,
tahun 1982.
Pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia melalui Dekla-rasi
tanggal 13 Desember 1957 mengajukan NKRI perlu laut wilaya (territory water) selebar 12 mil laut dari Garis Pangkal/Garis
Dasar (base line) atas dasar “point to
point theory”. Dengan demikian, laut antar pulau menjadi Perairan pedalaman
(internal water) Selanjutnya, laut
wilayah dan laut pedalaman dikenalkan sebagai laut Nusantara.
Akibat konvensi
hukum laut, timbul bermacam tipe perairan, hal ini tidak terlepas karena
perhatian orang yang besar pada laut. Untuk itu, dibahas beberapa masalah yang
menyangkut hukum laut:
1.
Laut Teritorial/Laut Wilayah (Territorial Sea ):
wilayah laut yang lebarnya tidak melebihi 12 mil dari garis pangkal/garis dasar
(base line). Garis dasar adalah garis
yang menghubungkan titik-titik terluar pulau terluar.
2.
Perairan
Pedalaman (Internal Waters): wilayah
laut sebelah dalam dari daratan/sebelah dalam dari GP. Negara pantai mempunyai
kedaulatan penuh.
3.
Zona
Tambahan (Contigous Zone): wilayah
laut yang lebarnya ti-dak boleh melebihi 12 mil dari Laut Teritorial, merupakan
wilayah Negara Pantai untuk melakukan pengawasan pabean, fiskal, imi-grasi,
serta sanitasi dalam wilayah laut territorial.
4.
Zona
Ekonomi Eksklusif (Exclusive Economic
Zone): wilayah laut yang tidak melebihi 200 mil dari GP. Negara yang
bersangkutan mempunyai hak berdaulat untuk kepentingan eksplorasi dan
eksploi-tasi, konservasi, dan pengelolaan sumber kekayaan hayati perairan.
5.
Landas
Kontinen (Continental Shelf): wilayah
laut Negara Pantai meliputi dasar laut dan tanah di bawahnya, terletak di luar
laut teritorial sepanjang merupakan kelanjutan alamiah wilayah. Jarak 200 mil
GP atau maksimal 350 mil, atau tidak melebihi 100 mil dari kedalaman 2.500 m.
6.
Laut
Lepas (High Seas): dikenal pula
sebagai laut bebas/laut Inter-nasional : Wilayah laut > 200 mil dari Garis
Pangkal.
Dengan adanya ketentuan di
atas, Negara lain menuntut beberapa hak—yang sebenarnya adalah jaminan—dari
Negara ke pulauan,antara lain:
1.
Lintas:
berlayar/bernavigasi melalui laut territorial, termasuk masuk dan keluar
perairan pedalaman untuk singgah di salah satu pelabuhan;
2.
Lintas
damai: bernavigasi melalui laut teritorial suatu negara sepanjng tidak
merugikan kedamaian, ketertiban,atau keamanan negara yang bersangkutan; serta
3.
Lintas
transit: bernavigasi melintasi pada selat ynag di gunakan untuk pelayaran
internasional antara laut lepas/ZEE yang lain.
4.
Alur Laut Kepulauan:
a.
alur laut ditentukan oleh
Negara Kepulauan untuk alur laut dan jalur penerbangan di atasnya yang cocok di
gunakan untuk lintas kapal dan jalur pesawat terbang asing;
b.
alur yang di tentukan dengan
merangkai garis sumbuh pada peta,kapal dan pesawat terbang tidak boleh melintas
lebih dari 25 mil kiri/kanan dan garis sumbuh.
5.
Laut Lepas:
a.
semua bagian laut yang tak
termaksud laut territorial baik perairan pedalam maupun ZEE;
b. laut terbuka untuk semua negara, baik
berpantai maupun tidak berpantai; serta
c. untuk laut lepas semua negara berhak
berlayar, terbang riset ilmiah dan menangkap ikan.
Beberapa Perhatian Manusia
Terhadap Laut
1.
Perubahan
peta bumi terjadi setelah perang dunia ke II karena telah lahir banyak Negara nasional baru yang memiliki laut. Dengan demikian, perlu di perhatikan:
a.
Laut
untuk kelangsungan hidup bangsa dan kesejahteraan rakyat;
b.
Perlu
pengaturan bersama pemanfatan laut dan lingkungan untuk bangsa-bangsa.
2.
Kemajuan
teknologi berdampak pada meningkatnya kemampuan manusia dalam memanfatakan
laut.
3.
Bertambahnya
jumlah penduduk harus diimbangi dengan kenaikan produksi, khususnya dari sumber
kekayaan laut.
4.
Bagi
bangsa Indonesia, laut untuk menjamin integrasi, sarana perhu-bungan dan
tersportasi, serta menjadi salah satu penghidupan, selain itu ditinjau dari
segi militer merupakan wahana
pertahanan.
Hukum Dirgantara dan Perkembangannya
Ruang digantara dapat di bagi menjadi dua
bagian, yaitu Ruang Udara dan Ruang Antariksa. Ruang Udara berada di atas suatu
wilayah negara dan dikategorikan sebagai Ruang Udara Nasional atau wilayah
kedaulatan negara kolong, yang pemanfaatannya dikendalikan oleh negara
tersebut. Adapun Ruang Antariksa, pemanfaatannya diken-dalikan secara
internasional dan tidak boleh di jadikan subjek negara kolong.
Beberapa teori yang menjadi polemic para hukum di
antaranya:
1.
Teori
Udara Bebas (Air Freedom Theory): bahwa
Ruang Udara Be-bas dapat digunakan siapa saja, karena itu timbul perbedaan
persepsi, pembebasan udara tanpa batas atau kebebasan udara terbatas?;
2.
Teori
Negara berdaulat di Udara (Ari Sovereignty Theory ): behwa Negara kolong berdaulat
penuh tanpa batas ke atas. Hal ini juga menimbulkan perbedaan persepsi:
kedaulatan negara kolong berdaulat penuh tetapi dibatasi oleh hak lintas damai?;
3.
Masalah
Ketinggian. Sampai kini masih belum ada kesepakatan (tahun 1910 pernah di
tentukan batas ketinggian kurang lebih 500 km). Teori penguasaan Cooper menyatakan bahwa batas
ketinggian ditentukan kemampuan teknologi setiap Negara. Sementara itu, menurut
Teori Udara Schacter, bahwa batas
ketinggian s.d. 30 km atau s.d. balon dan pesawat terbang dapat mengapung dan
diterbangkan;
4.
Batas
Wilayah Udara. Cara menentukan wilayah udara ada perbedaan, yaitu apabila ditarik
garis tegak lurus dari permukaan bumi ke atas, luas daratan dan lautan = luas
udara, tetapi ada daerah yang lowong dan dapat menimbulkan masalah. Kemudian,
disepakati ditarik garis dari “pusat bumi” sampai batas ruang angkasa/antariksa
yang membentuk kerucut terbalik. Oleh karena itu, luas daerah udara lebih luas dari pada luas daratan dan
lautan.
5. Perjanjian Ruang Antariksa (Space
Treaty):
6. Penggunaan damai bagi antariksa. Antariksa dan badan-badannya
dianggap menjadi wilayah internasional. Namun dalam perjanjian ini juga berlaku
pemafaatan ruang antariksa berdasarkan “first
come,first serve” yang merugikan negara sedang berkembang. Indonesia
memiliki ruang digantara yang luas,apalagi di bawah khatulistiwa yang memiliki
jalur GSO. Sementara
itu, batas ruang udara dan ruang antariksa di tetapkan 100/110 km.
Seperti halnya dengan hukum laut, Indonesia juga menuntut
perlakuan yang sama terhadap ukum udara. Dalamhal ini, Indonesia menuntut
berlakunya kedaulatan negara kolong terhadap Ruang Digantara. Paling sedikit
tujuan yang ingin di capai Indonesia ialah Ruang Udara Indonesia sebagai wilayah udarah (air soverignty) nasional
dan ruang antariksa Indonesia sebagai wilayah kepentingan (air juridiction) ZEE atau landas kontinen, yang meliputi manfaatan
wilayah Geostationary Satellite Orbit
(GSO), Medium Earth Orbit (MEO), Low Earth Orbit (LEO).
Geostationery Satellite Orbit (GSO)
Geostationery
Satellite Orbit adalah suatu orbit yang berbentuk cincin terletak pada enam
radian bumi di atas garis khatulistiwa. GSO untuk meletakkan satelit komunikasi
agar satelit tersebut berada pada posisi tetap di ruang angkasa terhadap bumi.
Ketinggian GSO km di atas permukaan bumi. GSO mempunyai tiga
keunikan, antara lain:
1.
GSO
hanya pada padang khatulistiwa, ruas GSO ada di negara khatulistiwa;
2.
Ukuran
terbatas, yaitu tebal 30
km lebar 150 km; serta
3.
Satelit
pada orbit ini akan mengelilingi bumi dari barat ke timurdengan masa orbit 24 jam (23 jam, 56 menit, 4 detik).
Panjang garis khatulistiwa
Indonesia 6.110 km, GSO Indonesia 9.997 km atau 12,5% keliling GSO. GSO menjadi
sumberdaya alam terbatas.
Wilayah Nasional Negara Kesatuan Republik Indonesia
1.
Masa
Penjajahan (Belanda dan Jepang).
Dasar: Ordonansi Laut Teritorial dan
Lingkungan Maritim No.422/1939 (territoralle
Zee en Maritiem Krigen Ordonantie
No.422/1939)
Ukuran: 3 mil dari garis pantai pada saat
pasang surut (low water)
Luar Wilayah: 2 juta km2
2.
Setelah Proklamasi s.d. 13
Desember 1957.
Dasar: Ketentuan Peralihan UUD 1945, Konstitusi RIS, UUDS 1950,
tetap berlaku Ordonansi No. 442?1939.
3.
Deklarasi
Pemerintahan RI tanggal 13 Desember 1957 ( Deklarasi Juanda).
Dasar: Pengumuman Pemerintahan RI tanggal
13 Desember 1957
PEPERPU No. 4/1960 tentang Pemerintahan
Indonesia.
Ukuran: 12 mil dari garis pangkal (point to point theory)
Luas Wilayah: bertambah 3,9
juta km2.
4. Deklarasi Pemerintahan RI
tanggal 17 Februari 1969 (Landasan Kontinen).
Dasar: Deklarasi Pemerintahan RI tanggal
17 Februari 1969.
UU No. 1/1973 tentang Landasan Kontinen.
Luas Wilayah: Bertambah 0,8
juta km2, menjadi 6,7
km2
5. Pengumuman Pemerintah tahun 1980 (Zone
Ekonomi Eksklusif).
Dasar: Pengumuman Pemerintah
tentang Zone Ekonomi Eksklusif
UU No. 5/1983
tentang Zone Ekonomi Eksklusif (Pembenahan
Kekayaan Alam dan Potensi Alam).
Luas Wilayah:
Bertambah 2,5
juta km2, menjadi 9,2
juta km2
GEOPOLITIK DAN OTONOMI
DAERAH
Latar Belakang
Sentralisasi pelayanan dan
pembinaan kepada rakyat tidak mungkin dilakukan dari pusat saja. Oleh karena itu, wilayah negara dibagi atas
daerah besar dan daerah kecil. Untuk keperluan
tersebut, diperlukan asa dalam mengelola daerah, yang meliputi:
1. Desentralisasi pelayanan rakyat/public. Adapun
filsafat yang dianut adalah: Pemerintah Daerah ada karena ada rakyat yang harus
dilayani. Desentralisasi merupakan powersharing (otonomi formal dan otonomi
material). Otonomi daerah bertujuan memudahkan pelayanan kepada rakyat/publik. Oleh
karena itu, output-nya hendaknya
berupa pemenuhan bahan kebutuhan pokok rakyat—public goods—dan peraturan daerahpublic
regulation—agar rakyat
tertib dan adanya kepastian hukum.
Kebijakan desentralisasi mempunyai tujuan politis dan tujuan
administrasi, tetapi tujuan utamanya adalah pelayanan kepada rakyat/publik.
2. Dekonsentrasi: diselenggarakan karena
tidak semua tugas-tugas teknis pelayanan kepada rakyat dapat diselenggarakan
dengan baik oleh Pemerintah Daerah (kabupaten/kota). Dekonsentrasi terdiri atas
fungsional (kanwil/kandep) dan integrasi (kepala wilayah).
Pada kenyataanya, otonomi
daerah di Indonesia secara luas tidak/belum pernah terlaksana. Sejak masa masa penjajahan Belanda, Jepang,
dan setelah kemerdekaan otonomi masih dalam bentuk dekonsentrasi.
Pembagian Daerah
Wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi,serta
daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota yang masing-masing mempunyai
pemerintah daerah (pasal 2 UU No. 32/2004). Pemerintah provinsi yang berbatasan
dengan laut memiliki kewenangan laut sejauh 12 mil laut diukur dari garis
pantai kea rah laut lepas dan ke arah perairan kepulauan (pasal18 ayat [4] UU
No. 32/2004). Asas ini bertentangan dengan Deklarasi Pemerintaan RI yang telah
dilakukan melalui UNCLOS, serta telah diratifikasi dengan UU No. 6/1996 tentang
perairan Indonesia.
Sehubungan dengan ini, ada
yang patut diwaspadai bahwa semangat otonomi seharusnya tidak menjurus pada
semangat pembentukan daerah berdasarkan etnik atau subkultur. Pada masa
penjajahan Belanda, wilayah Indonesia terbagi berdasarkan subkultur dengan
dibentuknya daerah keresidenan. Selanjutnya, wilayah-wilayah tersebut terbagi
habis menjadi provinsi, keresidenan, kabupaten/kota, kewedaan, dan kecamatan.
Globalisasi yang
menyebabkan adanya Global Parados (Naisbit,
1987: 55) jangan sampai menyemangati pemekaran wilayah atas dasar pendekatan
kebudayaan sehingga menimbulkan benturan budaya yang berakibat pecahnya negara
nasional (Huntington, 1996:100). Oleh karena itu, perlu adanya perhatian khusus
pada wilayah yang dilalui Alur Laut KepulauanRiau, Riau Kepulauan, Kalimantan Barat,
Bangka-Belitung, Banten, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Pulau Lombok, serta
Maluku dan Maluku Utara—yang bebrapa saat lalu hingga kini tetap bergejolak,
baik yang berupa konflik fisik maupun konflik nonfisik (keinginan memisahkan
diri dengan membentuk provinsi baru).
Pembagian Kewenangan (UU
No.32/2004 tentang Pemerintaan Daerah)
1.
Kewenangan Pemerintah (Pasal 10
Ayat [3]):
a.
politik luar negeri;
b.
pertahanan;
c.
keamanan;
d.
yustisi;
e.
moneter dan fiskal nasional;
dan
f.
agama.
2.
Kewenangan Wajib Pemerintah
Daerah Provinsi (Pasal 13)
a.
Perencanaan dan pengendalian
pembangunan;
b.
Perencanaan,
pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang;
c.
Penyelenggaraan
ketertiban umum dan ketentraman masyarakat;
d.
penyediaan sarana dan prasarana
umum;
e.
penanganan bidang kesehatan;
f.
penyelenggaraan pendidikan dan
alokasi sumber daya manusia potensial;
g.
penanggulangan masalah sosial llintas
kabupaten/kota
h.
pelayanan bidang
ketenagakerjaan lintas kabupaten/kota
i.
fsilitasi pengembangan
koperasi, usaha kecil, dan menengah, termasuk lintas kabupaten/kota;
j.
pengendalian lingkungan hidup;
k.
pelayanan pertanahan termasuk
lintas kabupaten/kota
l.
pelayanan kependudukan dan
pencatatan sipil;
m.
pelayanan administrasi umum
pemerintahan;
n.
pelayanan administrasi
penanaman modal termasuk lintas kabupaten/kota
o.
penyelenggaraan pelayanan dasar
lainnya yang belum dapat dilaksanakan oleh kabupaten/kota;
p.
urusan wajib lainnya yang
diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan.
3. Kewenangan
Pemerintah Daerah Kabupaten dan Kota (pada dasarnya sama, tetapi dalam skala
kabupaten/kota, Pasal 14):
a.
perencanaan dan pengendalian
pembangunan;
b.
perencanaan, pemanfaatan, dan
pengawasan tata ruang;
c.
penyelenggaraan ketertiban umum
dan ketentraman masayarakat;
d.
penyediaan sarana dan prasarana
umum;
e.
penanganan bidang kesehatan;
f.
penyelenggaraan pendidikan;
g.
penanggulangan masalah sosial;
h.
pelayanan bidang ketenagakerjaan;
i.
fsilitasi pengembangan
koperasi, usaha kecil, dan menengah;
j.
pengendalian lingkungan hidup;
k.
pelayanan pertanahan;
l.
pelayanan kependudukan dan
pencatatan sipil;
m. pelayanan administrasi umum pemerintahan;
n. pelayanan
administrasi penanaman modal;
o. penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya; dan
p.
urusan wajib lainnya yang diamanatkan
oleh peraturan perundang-undangan.
4. Kewenangan Pemerintah Daerah untuk mengelola
sumber daya alam dan sumber daya lainnya di wilayah laut (Pasal 18):
a.
eksplorasi, eksploitasi,
konservasi, dan pengelolaan laut;
b.
pengaturan administrasi;
c.
pengaturan tata ruang;
d.
penegakan hukum terhadap
peraturan yang dikeluarkan oleh daerah atau yang dilimpahkan kewenangannya oleh
Pemerintah;
e.
ikut serta pemeliharaan
keamanan; dan
f. ikur
serta dalam pertahanan kedaulatan negara.
Adapun
batas wilayahnya adalah paling jauh 12 mil laut diukur dari garis pantai ke
arah laut lepas dan 1/3-nya menjadi kewenangan daerah kabupaten/kota.
Sumber Penerimaan Pelaksanaan
Desentralisasi
Untuk
mendukung jalannya pemerintahan daerah, diperlukan dana yang tidak sedikit.
Akan tetapi, tidak semua daerah mampu mendanai sendiri jalannya roda
pemerintahan. Oleh karena itu, pemerintah harus mampu membagi adil dan merata
hasil potensi masyarakat. Agar adil dan merata, diperlukan aturan yang baku.
Dari ketentuan tersebut, dikeluarkan beberapa istilah tentang dana untuk
keperluan pembinaan wilayah, antara lain:
1. Pendapatan
Asli Daerah :
a. pajak
daerah;
b.retribusi
daerah;
c. hasil
pengelolaan kekayaan daerah; dan
d.
lain-lain Pendapatan Asli
Daerah yang sah.
2. Dana
Perimbangan Daerah, terdiri atas:
a. dana
bagi hasil dari pajak dan sumber daya alam;
b.dana
alokasi umum; dan
c. dana
alokasi khusus.
3.
Pinjaman daerah: daerah dapat
meminjam dari dalam negeri dan luar negeri (melalui Pemerintah Pusat) dengan
persetujuan DPR.
4. Lain-lain
penerimaan yang sah termasuk Dana Darurat, berasal dari pinjaman APBN.
Daerah Frontier
Banyak pimpinan daerah politisi
dan pejabat daerah yang tidak menyadari dan mendalami makna filosofi otonomi
daerah sehingga ada wilayah yang terpencil, bahkan terisolasi pada era
globalisasi. Mereka sering mengabaikan daerah "hinterland' (pedalaman),
tetapi apabila hinterlatid ini
berada di tapal batas - batas resmi, yang dikukuhkan melalui perjanjian internasional dengan negara
jiran, daerah ini merupakan daerah
"frontier". Daerah frontier terbentuk karena sifat manusia yang
saling bergantung, baik dengan manusia maupun dengan alam sehingga terjadi
simbiosis. Kehidupan masyarakat Indonesia dengan masyarakat negara jiran
menjadi saling mempengaruhi. Akibatnya, terjadi pergeseran batas negara secara
imajiner.
Daerah frontier (Sunardi, 2004:
151) terjadi antara lain:
1. Dorongan ekonomi, berupa
kemudahan masyarakat untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup;
2. Dorongan sosial budaya,
berupa kesamaan subkultur (suku) dan kemudahan mendapatkan fasilitas
perlindungan masa depan (sekolah, kesehatan/social
security, dan lain-lain); serta
3. Dorongan politik, antara
lain adanya kepastian hukum dan tidak menutup kemungkinan adanya tuntutan
referendum.
Kemudahan di negeri jiran dapat mendorong perbuatan kriminal
yang berupa antara lain pencurian kayu,
penyelundupan barang dan orang, penggeseran patok batas, penjualan pasir di
pulau terluar, dan lain-lain. Pembinaan wilayah frontier laut hendaknya
mendapat prioritas, mengingat banyak pulau-pulau sepanjang perbatasan yang
rawan untuk dikuasai negara tetangga. Dari 91 pulau yang menjadi titik batas (point) ada 12 pulau yang rawan diserobot
oleh negara lain, baik melalui okupasi diam-diam (silent occupation) maupun melalul penetrasi budaya dan ekonomi.
Untuk itu, perlu berdirinya jawatan pencatatan pulau/pantai yang dikenal
sebagal Marine Cadastre.
Rencana Tata Ruang Wilayah
Berkaitan dengan diundangkannya
UU No. 32/2004, perlu ditinjau kembali rencana tata ruang wilayah (RTRW), baik
provinsi maupun kabupaten dan kota. Pada saat mengacu UU No. 22/1999 tentang
Pemerintahan Daerah, RTRW Provinsi sudah sesuai, dan telah menjadi Perda.
Namun, RTRW Kabupaten dan Kota masih di bawah 50% yang telah menjadi Perda
(dikukuhkan). Dengan diundangkannya UU No. 32/2004, ternyata perlu mengubah
RTRW. Pengubahan RTRW hendaknya mengacu pada kepentingan nasional, tidak hanya
mengacu pada kepentingan daerah semata (UU No. 24/1992). Oleh karena itu, perlu
standardisasi penataan ruang dan sudah barang tentu mengacu pada asas negara
kepulauan. Selama ini sering RTRW lebih berorientasi pada negara kontinen
sehingga upaya pembenahan pantai kurang berkaitan dengan masalah lingkungan
hidup. Kurangnya pemahaman akan makna hakikat negara Nusantara, menyebabkan
meningkatnya kerusakan lingkungan tidak saja di darat, tetapi juga di daerah
maritim. Sebagai contoh, reklamasi pantai utara DKI Jakarta dengan menebang
hutan bakau menimbulkan banjir yang tidak saja menimpa DKI Jakarta, tetapi juga
provinsi lain.
Kasus yang sekarang masih
terkatung-katung hingga kini adalah masih adanya limbah B-3 dari Singapura yang dionggokkan di
pulau-pulau Provinsi Kepulauan Riau. Pulau-pulau tempat teronggoknya limbah B-3
temyata belum terencana peruntukannya oleh Pemerintah, baik oleh pusat maupun
daerah. Masuknya limbah B-3 sebagai barang impor menandakan bahwa Indonesia
masih belum—mungkin tidak—tahu akan bahaya limbah B-3 yang dimasukkan sebagai
pupuk untuk pertanian. Kerusakan lingkungan pada pulau-pulau yang tidak
berpenghuni seperti halnya kasus di atas pada gilirannya akan merugikan
masyarakat.
Dari
gambaran tersebut, jelaslah bahwa masyarakat dan pemerintah sering mengabaikan baku mutu lingkungan, yaitu
dengan terabaikannya salah satu sektor. Kewajiban memiliki analisis dampak
lingkungan (amdal) sering terabaikan karena kurang disadari oleh para pejabat
di daerah. Padahal, semua komponen masyarakat hendaknya mengacu pada filsafat
yang mendasarinya, yaitu:
1.
Pemanfaatan
ruang bagi semua kepentingm secara terpadu, berdaya guna dan berhasil guna,
serasi, selaras, dan berkelanjutan;
2.
Keterbukaan,
persamaan, keadilan, dan perlinclungan hukum.
Dengan menyadari akan filsofi ini, maka akan didapat
hal-hal berikut:
1.
Tercapainya
kelestarian, keserasian, dan keseimbangan antara manusia dan alam;
2.
terwujudnya manusia indonesia sebagai insan
lingkungan hidup yang memiliki sikap untuk melindungi dan membina lingkungan
hidup;
3.
Terjaminnya
generasi masa kini clan generasi masa depan;
4.
Tercapainya kelestarian
lingkungan hidup;
5.
Terkendalinya pemanfaatan sumber daya secara bijaksana;
serta
6.
Terlindungnya nkri dari dampak kegiatan di luar wilayah
nkri yang menyebabkan pencemaran dan atau perusakan lingkungan hidup. Oleh karena itu,
penyusunan rtrw perlu benar-benar terpadu.
Pendaftaran Wilayah Maritim (Marine Cadastre)
Tanah Air Indonesia memiliki sebanyak 17.504
pulau dan yang bernama hanya 5.703 pulau
dan sisanya sebanyak 11.801 belum bernama (Data Mabes TNI, 2005). Akibatnya,
dokumentasi nasional tentang konfigurasi kepulauan Indonesia tidak jelas, bahkan
gelap. Ini juga disebabkan kurangnya perhatian pengambil kebijakan—negarawan,
politisi, serta para pemimpin nonformal—di negeri ini. Walhasil, banyak
pulau-pulau yang hilang—dituntut kepemilikannya oleh negara jiran ataupun
menjadi rusak karena alam dan manusia Indonesia —yang tidak diketahui.
Untuk itu, perlu berdirinya jawatan
pencatatan pulau/pantai yang dikenal sebagai Marine Cadastre. Dengan adanya Marine
Cadastre, dengan upaya proaktif, diharapkan
Indonesia mampu
menginventarisasi jumlah pulau, lengkap dengan tata letak (koordinat pada peta
taut) dan konfigurasinya—luas, letak, serta ciri flora dan fauna—sehingga akan
mudah bagi Indonesia untuk
mendaftarkan diri ke PBB di New York .
Adapun keuntungan
yang didapat dari Marine Cadastre, antara
lain:
1.
Dapat menuntut hak (claim)
atas pulau tersebut di wilayah Indonesia apabila diduduki secara diam-diam
oleh negara tetangga;
2.
Jangan sampai Indonesia kehilangan pulau, tetapi tidak
tabu apa atau pulau mana yang hilang; serta
3.
Memberikan batas wewenang pada daerah otonom tentang
batas laut berdasarkan koordinat tidak berdasarkan perkiraan, seperti sekarang
ini yang berakibat pada konflik di kalangan masyarakat.
Upaya Menghadapi Geopolitik dan
Geostrategi Negara Jiran
Dalam menghadapi ASEAN
dan Australia, tindakan Indonesia paling tidak :
1.
Mewaspadai "silent
occupation" dengan pemantapan pembinaan kekuatan maritim;
2.
Dalam menghadapi australia dengan proyek australia maritimeidentification zone
(amiz), indonesia harus segera mengidentifikasikan pulau-pulau yang
tersebar luas.
3.
Dalam menghadapi malaysia dan singapura yang menggunakan
kekerasan, perlu diwaspadai adanya ”five
power defence agreement” yang masih berlaku; serta
4.
Dengan adanya kunjungan presiden dan wakil presiden ke
perbatasan diharapkan akan meningkatkan rasa nasionalisme rakyat indonesia.
Apabila menghadapi negara
yang berkepentingan dengan perikanan:
1.
Meningkatkan kemampuan nelayan dari nelayan pantai
menjadi nelayan laut, karena itu nelayan harus belajar membaca peta laut dan
menggunakan peralatan navigasi dengan lebih baik;
2.
Pembangunan desa pantai, yang diisi oleh keluarga
nelayan/pelaut, tidak seperti sekarang ini yang masih dibangun oleh petani
gunung; serta
3.
nelayan ikut
memonitor para pengganggu negara yang melakukan pencurian ikan, pencemaran
lingkungan, dan perusakan alat navigasi laut.
Dalam menghadapi negara yang
memiliki armada angkutan laut besar yang ingin tetap berperan dalam era
globalisasi:
1.
penambahan ALKI sesuai dengan permintaan International Maritime Organization harus
tetap ditolak karena pada hakikatnya akan membuat wilayah Indonesia menjadi
terbuka sehingga kontraproduktif dibandingkan dengan Deklarasi Juanda.
2.
ALKI perlu diinformasikan lebih intensif kepada
masyarakat maritim Indonesia, dengan ditindak lanjuti secara proaktif dalam
bentuk pengawasan.
Dalam menghadapi negara adidaya yang sejak semula
menentang negara Nusantara, hendaknya Indonesia tetap menolak penambahan ALKI.
Penambahan ALKI dapat mengakibatkan wilayah Indonesia terbuka kembali. Dengan
demikian, laut nusantara menjadi ”high
seas”.
DAFTAR PUSTAKA
Basrie, Chaidir Drs., M.Si. 1995. Wawasan
Nusantara, Wawasan Nasional Indonesia .
Serpong: Lembaga Ilmu Humaniora ITI.
Depdiknas. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia . Jakarta : Balai Pustaka.
Ditjen Dikti, 2001. Kapita Selekta Pendidikan
Kewarganegaraan (untuk Mahasiswa) bag I &
II . Jakarta :
Ditjen Dikti Depnas.
---------, 2002. Modul Acuan Proses Pembelajaran MPK
Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta :
Ditjen Dikti.
Collins, John M. 1974. Grand Strategy, Principle and
Practices. Anna-polis, Ma : US Naval Institutem
Djalal, Hasyim. 1995. Indonesia and the Law of
the Sea. Jakarta :
C S I S
Hardjasumantri, Kusnadi. 1989. Hukum Tata
Lingkungan. Yogyakarta : UGM Press.
Huntington, Samuel P. 1996. The Clash of
Civilization and the Remaking of the World Order.London. UK : Touchstone Book Co.
Kusumatmadja, Prof. DR. Mochtar. 2003. Konsep
Hukum Negara Nusantara Pada Konvensi Hukum Laut III. Bandung : Alumni.
Naisbitt, John (terjemahan). 1994. Global Paradox,
Semakin Besar Ekonomi Dunia Semakin Kuat Perusahaan Kecil. Jakarta : Binarupa Aksara.
Ohmae, Kenichi. 1991. The Borderless
World, Power and Strategy in the Interlined Economy. London : Fontana .
Simbolon, Parakitri T. 1995, Menjadi Indonesia , Buku I, Akar-akar Kebangsaan Indonesia .
Jakarta:
Kompas.
Sekretariat Negara RI. tt. Himpunan
Risalah Sidang-sidang BPUPKI dan PPKI yang berhubungan dengan Penyusunan UUD45.
Jakarta: Setneg.
Soewarso. 1981. Wawasan Nusantara, Ketahanan Nasional.
Hak Cipta.
Sumardi, Juajir. 1996. Hukum
Ruang Angkasa (Suatu Pengantar). Jakarta: PT Pradnya Paramita.
Sunardi, R. M. 2004.
Pembinaan Ketahanan Bangsa, dalam rangka nemperkokoh keutuhan Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Jakarta: PT Kuadernita Adidarma.
Suradinata, Ermaya dan Alex
Dinuth (Pnyt). 2001.
Geopolitik dan Konsepsi Ketahanan Nasional. Jakarta : Paradigma Cipta Tatrigama
Wright, Quincy. 1942. Study of War. Chicago
III: The University
of Chicago Press.
No comments:
Post a Comment