IKLAN

Saturday 1 March 2014

PERNIKAHAN BEDA AGAMA




Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah PAI yang berjudul “Pernikahan Beda Agama”. Makalah ini diselesaikan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam, Politeknik Negeri Semarang.

Penyusunan makalah ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada :
1.      Kedua Orang Tua kami yang telah memberikan semangat dan doanya demi terselesainya makalah  ini.
2.      Teman – teman yang telah membantu dalam analis makalah ini.
3.      Dosen pengajar mata kuliah Pendidikan Agama Islam, Politeknik Negeri Semarang.
4.      Seseorang yang penulis sayangi yang telah memberikan bantuan berupa semangat dan dukungannya dalam makalah ini.
5.      Sumber – sumber referensi yang kami baca, dll.

Penulis juga menerima segala kritik dan saran dari semua pihak demi kesempurnaan makalah ini. Mohon maaf apabila ada kesalahan kata dalam penulisan makalah ini. Akhir kata penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi siapapun yang telah membacanya.

Semarang, 22 Desember 2013

Penulis



DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .....................................................................................  I
KATA PENGANTAR ..................................................................................  II
DAFTAR ISI .................................................................................................  III
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................  1
1.1  Latar Belakang ..........................................................................  1
1.2  Perumusan Masalah .................................................................... 1
1.3  Tujuan Penulisan ........................................................................ 2
1.4  Manfaat Penulisan ...................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN ..............................................................................
                 2.1 ...................................................................................................
                 2.2
                 2.3
                 2.4
                 2.5
                 2.6
BAB III PENUTUP
                 Kesimpulan......................................................................................
DAFTAR PUSTAKA         



BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Dewasa ini, hubungan antar umat beragama telah lama menjadi  isu yang populer di Indonesia. Popularitas isu ini sebagai konsekuensi dari masyarakat Indonesia yang majemuk, khususnya dari segi agama dan etnis. Karena itu, persoalan hubungan antar umat beragama ini menjadi perhatian dari berbagai kalangan, Tidak hanya itu bahkan hal ini sering menimbulkan polemik dikalangan masyarakat maupun pemerintah.
Seringkali kita lihat di tengah masyarakat apalagi di kalangan orang berkecukupan dan kalangan selebriti terjadi pernikahan beda agama, entah si pria yang muslim menikah dengan wanita non muslim (nashrani, yahudi, atau agama lainnya) atau barangkali si wanita yang muslim menikah dengan pria non muslim. Hal ini sering menjadi pemicu munculnya trend baru dikalangan masyarakat mulai dari berpindahnya keyakinan seseorang hingga mereka harus pindah kewarganegaraan demi tercapainya keinginan mereka.
 Namun kadang kita hanya mengikuti pemahaman sebagian orang yang sangat mengagungkan perbedaan agama (pemahaman liberal) tanpa tahu bagaiamana itu semua terjadi dan bagaimana sebenarnya hal itu diatur. Khususnya menurut aturan Hukum Islam. Oleh karena itu, makalah ini saya buat guna mengetahui bagaimana pernikahan beda agama atau keyakinan ini menurut perspektif Hukum Islam.

1.2 Perumusan Masalah
1.      Apa itu Nikah, tujuan, dan fungsinya ?
2.      Bagaimana pernikahan beda agama menurut hukum Islam ?
3.      Bagaimana pernikahan beda agama menurut hukum di Indonesia ?
4.      Bagaimana Al Qur’an dan Al Hadits menyikapi pernikahan beda agama ?
5.      Dampak negatif pernikahan dalam perbedaan agama ?



1.3 Tujuan Penulisan
Dalam Penulisan makalah ini, tersimpan berbagai tujuan yang sangat penting untuk umat islam, khususnya masyarakat Indonesia. Terutama kita sebagai generasi islam yang memiliki amanah untuk terus memperjuangkan nilai-nilai yang terkandung didalam Al Qur’an dan Al Hadist dalam pelaksanaan perilaku sehari-hari juga tentang hukum-hukum yang terkait dengan ajaran dalam Al Kitab dan As Sunnah. Maka karena hal tersebut. Perlu kiranya kita sebagai pemuda islami kembali mencoba lebih memahami apa yang terkandung dalam islam. Terutama tentang pernikahan yang memang tidak akan menjadi luput akan menjadi bagian dari hidup kita.
Mengklarifikasi Pengertian diatas maka, tujuan kepenulisan ini adalah :
1.      Mengetahui apa itu nikah, tujuan, serta manfaatnya bagi setiap insandalam kehidupannya
2.      Mengetahui apa yang harus kita lakukan ketika dihadapkan pada permasalahan atau pada suatu hal yang berhubungan dengan masalah pernikahan
3.      Tidak membiarkan serta tidak mempraktekkan apa yang telah menjadi larangan didalam kitab Al Qur’an

1.4 Manfaat Penulisan

Sudah terlampau banyak hal yang menjadi larangan terjadi didunia ini, khususnya di Indonesia. Termasuk tentang nikah atau dalam pernikahan. Sudah banyak umat yang tidak memperhatikan Al Qur’an dan Al Hadist sebagai tuntunan bagi setiap gerak dan tingkah dalam hidupnya. Sehingga tak hayal, terjadilah keamburadulan dalam kehidupannya. Maka dari hal itu, penulisan ini guna untuk mengajak semua umat islamuntuk kembali meyadarkandirinya, kembali menatap serta mengilhami isi dalam Al Qur’an dan Al Hadist. Agar apa yang akan mereka sikapi tidak salah kaprah dalam kacamata agama mereka sendiri. Termasuk, dalam memilih calon pendamping hidup. Suami atau isteri-isteri mereka. Dimana dalam ajaran islam yang pantasmenjadi pendamping mereka adalah yang seagama dengan diri mereka.



BAB II
PEMBAHASAN

Pengertian
Arti Nikah Menurut bahasa : berkumpul atau menindas. Adapun menurut istilah Ahli Ushul, Nikah menurut arti aslinya ialah aqad, yang dengannya menjadi halal hubungan kelamin antara lelaki dan perempuan, sedangkan menurut arti majasi ialah setubuh. Demikian menurut Ahli Ushul golongan Syafi’iyah. Adapun menurut Ulama Fiqih, Nikah ialah aqad yang diatur oleh islam untuk memberikan kepada lelaki hak memiliki penggunaan terhadap faraj (kemaluan) dan seluruh tubuhnya untuk penikmatan sebagai tujuan utama. Menurut UU Nomor 1 Tahun 1974 pengertian pernikahan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria engan waita sebagai suami isteri dengan tujuan membentukkeluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Pernikahan dianggap sah apabila dilakukan menurut hukum perkawinan masing-masing agama dan kepercayaan serta tercatat oleh lembaga yang berwewenang menurut perundang-undangan yang berlaku.
Hukum dan Pelaksanaan Nikah
Hukum nikah menurut asalnya (taklifiyah) adalah mubah. Yakni tidak mendapat pahala bagi orang yang mengerjakan dan tidak mendapat ancaman siksa bagi orang yang meninggalkan.
Nikah menurut majasi (wadl’iyah) ada 4 kemungkinan :
1.      Kemungkinan bisa menjadi sunnah bila Nikah menjadikan sebab ketengan dalam beribadah. Mendapat pahala bagi orang yang mengerjakan dan tidak mendapat ancaman siksa bagi orang yang meninggalkan.
2.      Kemungkinan bisa menjadi wajib bila Nikah menghindarkan dari perbuatan zina dan dapat meningkatkan amal ibadah wajib. Mendapat pahala bagi orang yang mengerjakan dan mendapat ancaman siksa bagi orang yang meninggalkan.
3.      Kemungkinan bisa menjadi haram bila nikah yakin akan menimbulkan kerusakan. Mendapat ancaman siksa bagi orang yang mengerjakan dan mendapat pahala bagi orang yang meninggalkan.
4.      Kemungkinan bisa menjadi makruh berlainan kufu. Mendapat pahala bagi orang yang meninggalkan dan tidak mendapat ancaman bagi orang yang mengerjakan.



Menurut Hukum Islam, praktik Nikah ada 3 perkara :
1.      Nikah yang sah ialah : pelaksanaan akad nikah secara benar menurut tata cara yang diatur dalam kitab fiqih pernikahan dan mengetahui ilmunya. Nikah seperti ini mendapat pahala dari Allah SWT.
2.      Nikah yang sah tetapi haram ialah : pelaksanaan akad nikah secara benar sesuai tata cara yang diatur dalam kitab fiqih pernikahan tetapi tidak mengetahui ilmunya. Praktik nikah ini jelas berdosa.
3.      Nikah yang tidak sah dan haram ialah : pelaksanaan akad nikah yang tidak sesuai tata cara yang diatur dalam kitab fiqih pernikahan, karena tidak mengetahui ilmunya dan praktiknya juga salah. Selain tidak benar praktik nikah seperti ini mengakibatkan berdosa.
Dasar Pernikahan Menurut Agama Islam
A.    Dasar Hukum Agama Pernikahan / Perkawinan (QS. 24-An Nuur : 32)
“Dan kawinlah orang-orang yang sendirian di antara kamu dan mereka yang berpekerti baik. Termasuk hamba-hamba sahayamu yang perempuan”.
B.     Tujuan Pernikahan / Perkawinan (QS. 30-An Ruum : 21)
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaanNya ialah Dia menciptakan untukmu pasangan hidup dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikanNya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”.
Tujuan Pernikahan Dalam Agama Islam
a.       Untuk memenuhi tuntutan naluri manusia yang asasi.
Pernikahan adalah fitrah manusia, maka jalan yang sah untuk memenuhi kebutuhan ini yaitu dengan aqad nikah (melalui jenjang pernikahan). Bukan dengan cara yang amat kotor menjijikan seperti cara-cara orang sekarang seperti : berpacaran, kumpul kebo, melacur, berzina, lesbi, homo dan lain sebagainya yang telah menyimpang jauh dan diharamkan oleh Islam.
b.      Untuk membentengi ahlak yang luhur.
Sasaran utama dari disyari’atkannya pernikahan dalam Islam di antaranya ialah untuk membentengi martabat manusia dari perbuatan kotor dan keji yang telah menurunkan dan meninabobokan martabat manusia yang luhur. Islam memandang pernikahan dan pembentukan keluarga sebagai sarana efektif untuk memelihara pemuda dan pemudi dari kerusakan serta melindungi masyarakat dari kekacauan. Rasulullah shalallahu ’alaihi wa sallam bersabda : “Wahai para pemuda ! Barang siapa diantara kalian berkemampuan untuk nikah, maka nikahlah, karena nikah itu lebih mendudukan pandangan, dan lebih membentengi farji (kemaluan). Dan barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia puasa (shaum), karena shaum itu dapat membentengi dirinya”.
(Hadits Shahih Riwayat Ahmad, Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Nasa’I, Drimi, Ibnu Jarud dan Baihaqi).
c.       Untuk menegakkan rumah tangga yang Islami
Dalam Al Qur’an disebutkan bahwa Islam membenarkan adanya Thalaq (perceraian). Jika suami istri sudah tidak sanggup lagi menegakkan batas-batas Allah, sebagaimana firman Allah : “Thalaq (yang dapat dirujuki) dua kali, setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara ma’ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali dari sesuatu yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh istri untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka itulah orang-orang yang zhalim”.
(Al Baqarah : 229)

Yaknikeduanya sudah tidak sanggup melaksanakan syari’at Allah. Dan dibenarkan rujuk (kembali nikah lagi) bila keduanya sanggup menegakkan batas-batas Allah. Sebagaimana yang disebutkan dalam lanjutan ayat diatas : “Kemudian jika si suami menthalaqnya (sesudah thalaq yang kedua), maka perempuan itu tidak halal lagi baginya hingga di nikahkan dengan suami yang lain. Kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami yang pertama dan istri) untuk nikah kembali, jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah, diterangkannya kepada kaum yang (mau) mengetahui”.
(Al Baqarah: 230)

Jadi tujuan yang luhu dari pernikahan adalah agar suami istri melaksanakan syari’at Islam dalam rumah tangganya. Hukum ditegakkannya rumah tangga berdasarkan syari’at Islam adalah WAJIB. Oleh karena itu setiap muslim dan muslimah yang ingin membina rumah tangga yang islami, ajaran islam telah memberikan beberapa criteria tentang calon pasangan yang ideal yaitu : sesuai kafa’ah, shalih dan shalihah.
d.      Memilih yang shalih dan shalihah
Lelaki yang hendak menikah harus memilih wanita yang shalihah dan wanita harus memilih laki-laki yang shalih. Menurut Al Qur’an : “Wanita yang shalihah ialah yang ta’at kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada,  oleh karena Allah telah memelihara (mereka)”.
 (An Nisaa : 34)

Menurut Al Qur’an dan Al Hadits yang shahih di antara ciri-ciri wanita yang shalihah ialah : “Ta’at kepada Allah, ta’at kepada Rasul, memakai jilbab (pakaian) yang menutup seluruh auratnya dan tidak untuk pamer kecantikan (tabarruj) seperti wanita jahiliyah.
(Al Ahzab : 32)
Tidak berdua-dua an dengan laki laki yang bukan mahram, ta’at kepada orangtua dalam kebaikan, ta’at kepada suami dan lain sebagainya”. Bila criteria ini dipenuhi Insya Allah rumah tangga yang Islami akan terwujud. Sebagai tambahan, Rasulullah shalallahu ’alaihi wa sallam menganjurkan untuk memilih wanita yang peranak dan penyayang agar dapat melahirkan generasi penerus umat.
e.       Untuk Meningkatkan Ibadah kepada Allahp
Menurut konsep Islam, hidup sepenuhnyauntuk beribadah kepada Allah dan berbuat baik kepada sesama manusia. Dari sudut pandang ini, rumah tangga adalah salah satu lahan subur bagi peribadatan dan amal shalih disamping ibadah dan amal-amal shalih yang lain. Sampai-sampai bersetubuh dengan istri-istri kalian termasuk sedekah !. “Mendengar sabda Rasulullah itu para sahabat keheranandan bertanya : “Wahai Rasulullah, seorang suami yang memuaskan nafsu birahinya terhadap istrinya akan mendapat pahala ?” Nabi shalallahu ’alaihi wa sallam menjawab : “Bagaimana menurut kalian jika mereka (para suami) bersetubuh dengan selain istrinya, bukan mereka berdosa ? “jawab para sahabat : “Ya, benar”. Beliau bersabda lagi : “Begitu pula kalau mereka bersetubuh dengan istrinya (ditempat yang halal), mereka akan memperoleh pahala !”.
(Hadits Shahih Riwayat Muslim, Ahmad dan Nasa’I dengan sanad yang shahih).
f.       Untuk mencari keturunan yang shalih dan shalihah
Tujuan pernikahan diantaranya ialah untuk melestarikan dan mengembangkan bani Adam. Allah berfirman : “Allah telah menjadikan dari diri-diri kamuitu pasangan suami-istri dan menjadikan bagimu dari istri-istri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezeki yang baik-baik. Maka mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan meningkari nikmat Allah ?”.
(An Nahl : 72)

Yang tak kalah pentingnya, dalam pernikahan bukan hanya sekedar memperolehanak, tetapi berusaha mencari dan membentuk generasi yang berkualitas yaitu mencetak anak yang shalih dan shalihah serta bertaqwa kepada Allah SWT. Keturunan yang shalih tidak akan diperoleh melainkan dengan tarbiyah Islam (pendidikan Islam) yang benar. Disebutkan demikian karena banyak “Lembaga Pendidikan Islam”, tetapi isi dan metodanya tidak Islami.

Sehingga banyak terlihat anak-anak kaum muslimin tidak memiliki ahlaq Islami sebagai akibat pendidikan yang salah. Oleh karena itu suami istri bertanggung jawab mendidik, mengajar, dan mengarahkan anak-anaknya ke jalan yang benar.

Islam memandang bahwa pembentukan keluarga merupakan salah satu jalan untuk merealisasikan tujuan-tujuan yang lebih besar yang meliputi berbagai aspek kemasyarakatan berdasarkan Islam yang akan mempunyai pengaruh besar dan mendasar terhadap kaum muslimin dan eksistensi umat Islam.
Hikmah Sebuah Pernikahan
Allah tidak akan pernah memerintahkan kepada hambaNya akan suatu hal yang tak member manfaat. Termasuklah suatu hal yang tak ada hikmahnya. Maka karena itu, jika kita selalu berpedoman terhadap Al Qur’andan Al Hadits akan kita dapatkan hikmah dibalik kepatuhan kita terhadap ajaran Allah SWT. Termasuk disini disebutkan akan hikmah dalam suatu pernikahan :
·         Untuk memperoleh ketenangan hidup, kasih sayang dan ketenteraman
·         Memelihara kesucian diri
·         Melaksanakan tuntutan syariat
·         Menjaga keturunan



Pernikahan Beda Agama dalam Hukum Islam
Masalah pernikahan berbeda keyakinan ini sebenarnya terbagi dalam 2 kasus keadaan, antara lain :
Kasus 1:   Pernikahan antara laki-laki non-muslim dengan wanita muslim
Kasus 2:   Pernikahan antara laki-laki muslim dengan wanita non-muslim
Pada kasus 1 kedua pihak ulama sepakat untuk mengharamkan pernikahan yang terjadi pada keadaan seperti itu, seorang wanita muslim haram hukumnya dan pernikahannya tidak sah bila menikah dengan laki-laki non-muslim Al-Quran menjelaskan Dalam surat Al-Baqarah 221 Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran. (Surat Al-Baqarah Ayat 221)
Sedang pada kasus ke-2. Seorang laki-laki muslim dilarang menikah dengan wanita non-muslim kecuali wanita ahli kitab, seperti yang disebutkan dalam surat Al-Maidah ayat 5 Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Al Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal pula bagi mereka. (Dan dihalalkan mengawini) wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al Kitab sebelum kamu, bila kamu telah membayar maskawin mereka dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak (pula) menjadikannya gundik-gundik. Barang siapa yang kafir sesudah beriman (tidak menerima hukum-hukum Islam) maka hapuslah amalannya dan ia di hari akhirat termasuk orang-orang merugi.(Al-Maaidah Ayat 5)
Pada surat Al-Baqarah ayat 221 terang di jelaskan bahwa : Baik laki-laki ataupun perempuan memiliki larangan untuk menikahi atau dinikahkan oleh seorang musyrik.. dan dalam surat Al-Maidah di jelaskan kembali bagi  seorang laki-laki ,boleh menikahi AHLI KITAB. Namun terdapat beberapa pendapat bahwa ahli kitab di sini bukanlah  penganut injil,ataupun taurat yang ada pada saat ini. Ahli kitab yang dimaksudkan disini ialah mereka yang bersyahadat Mengakui adanya ALLAH  akan tetapi tidak mengakui adanya Muhammad.
Pernikahan Beda Agama yang ada pada saat ini :
Meskipun sudah dilarang, perkawinan beda agama masih terus dilakukan. Berbagai cara ditempuh, demi mendapatkan pengakuan dari Negara. Ada beberapa cara yang populer ditempuh pasangan beda agama agar pernikahannya dapat dilangsungkan :
  1. Pagi menikah sesuai agama laki-laki, siangnya menikah sesuai dengan agama perempuan.
  2. Salah satu dari calon pengantin baik laki-laki ataupun perempuannya mengalah mengikuti agama pasangannya.lalu setelah menikah dia kembali kepada agamanya.
  3. Menikah diluar negri.
Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk, khususnya bila dilihat dari segi etnis / suku bangsa dan agama. Konsekuensinya, dalam menjalani kehidupannya masyarakat Indonesia dihadapkan kepada perbedaan-perbedaan dalam berbagai hal, mulai dari kebudayaan, cara pandang hidup dan interaksi antar individunya. Yang menjadi perhatian dari pemerintah dan komponen bangsa lainnya adalah masalah hubungan antar umat beragama. Salah satu persoalan dalam hubungan antar umat beragama ini adalah masalah Pernikahan Muslim dengan non-Muslim yang selanjutnya kita sebut sebagai “pernikahan beda agama”
Pernikahan merupakan bagian dari kemanusiaan seseorang, seorang muslim yang hidup di negara yang majemuk seperti ini hampir dipastikan sulit untuk menghindari dari persentuhan dan pergaulan dengan orang yang beda agama. Pada posisi seperti ini ketertarikan pria atau wanita Muslim dengan orang yang beda agama dengannya atau sebaliknya, yang berujung pada pernikahan hampir pasti tidak terelakkan. Dengan kata lain, persoalan pernikahan antar agama hampir pasti terjadi pada setiap masyarakat yang majemuk.
Keadaan masyarakat Indonesia yang majemuk menjadikan pergaulan di masyarakat semakin luas dan beragam, hal ini telah mengakibatkan pergeseran nilai agama yang lebih dinamis daripada yang terjadi pada masa lampau, seorang muslimin dan muslimat sekarang ini lebih berani untuk memilih pendamping hidup non-muslim. Hal ini tentu saja dianggap oleh masyarakat kita yang mayoritas beragama Islam sebagai penyalahan atau pergeseran nilai-nilai Islam yang ada. Tak jarang hal ini sering menimbulkan gejolak dan reaksi keras di kalangan masyarakat kita. Masalah ini menimbulkan perbedaan pendapat dari dua pihak pro dan kontra, masing-masing pihak memiliki argumen rasional maupun argumen logikal yang berasal dari penafsiran mereka masing-masing terhadap dalil-dalil Islam tentang pernikahan beda agama.
Dalam hukum Islam, wanita non muslim itu terbagi menjadi 4 golongan :
1. Wanita yang Musyrik (Musyrikah atau Animis /Paganis)
2. Wanita yang tak mengakui adanya tuhan atau Atheis (Mulhidah)
3. Wanita yang Murtad dari agama Islam (Murtaddah)
4. Wanita ahlu al kitab (beragama yahudi atau nasrani)
Dari keempat golongan wanita di atas, Islam menghalalkan pernikahan hanya bagi wanita Ahlu Kitab. Sedangkan wanita dari golongan selain Ahli Kitab maka Islam melarang menikahinya.
1.      Musrikah
Musyrikah adalah penyembah berhala (animisme/paganisme). Hukum Islam melarang bagi seorang muslim untuk menikahi seorang muysrikah/ animis/ paganis. Hal itu diterangkan dalam al-Quran surat al-Baqarah ayat 221. Hikmah dari pengharaman tersebut sangatlah jelas, yaitu ketidakcocokan antara Islam dan animisme. Yang mana aqidah tauhid sangat mencela animisme dan kelompok animisme tidak mempunyai kitab samawi serta Nabi yang diutus oleh Tuhan. Hal ini sangat bertentangan sekali dengan ajaran-ajaran dasar agama Islam. Sebagaimana yang tertulis di ayat 221 yang terakhir surat albaqoroh sehingga apabila terjadi pernikahan antara seorang muslim dan musyrikah maka yang akan terjadi di dalam kehidupan berumah tangganya adalah pertengkaran dan pertengkaran.

2.      Mulhidah
Mulhidah adalah wanita yang tidak beragama dan tidak mengakui adanya Tuhan, kenabian, kitab suci dan akherat. Atau disebut atheis. Lelaki muslim diharamkan menikahi wanita atheis. Ini karena wanita atheis kedudukannya lebih buruk dibanding wanita yang musrik, yang mana wanita musyrikah masih mengakui adanya tuhan, kenabian, kitab suci dan akherat. Tetapi mereka menduakan Tuhan di dalam penyembahan. Mereka (musyrikah) diharamkan menikahinya apalagi bagi wanita yang sama sekali tidak mengakui adanya tuhan. Maka pengharaman untuk menikahinya lebih diutamakan.


3.      Murtaddah
Murtad adalah individu yang menjadi kufur setelah iman, baik kekefurannya itu berupa perpindahan keyakinan atau agama, atau sama sekali tidak memeluk agama. Kemurtadan di dalam Islam memiliki hukum-hukum yang berkenaan dengan akherat (seperti yang tertera dalam al-Quran surat al-Baqoroh 217), dan hukum-hukum yang berkenaan dengan dunia. Seperti orang yang murtad tidak mendapat perlindungan dari masyarakat Islam, dan diharamkan adanya hubungan perkawinan antara seorang muslim dan murtaddah ataupun sebaliknya. Dan apabila terjadi perkawinan diantara keduanya maka pernikahannya tidak sah. Dan jika kemurtadan itu timbul setelah terjadinya perkawinan, maka suami dan istri tersebut harus dipisahkan dan hukum ini sudah disepakati oleh para ahli fiqh.

4.      Ahli Kitab
Jumhur ulama ahlussunnah menyatakan bahwa pernikahan seorang muslim dengan wanita Ahlu Kitab diperbolehkan/halal hukumnya. Yaitu berlandaskan al-Quran ayat 5 surat al-Maidah. Para ulama juga melihat bahwa ahlli kitab saat ini juga termasuk dalam ayat tersebut. Penting untuk diketahui juga, pembolehan Islam terhadap pernikahan wanita Ahli Kitab didasari oleh dua perkara, yaitu :

a.       Bahwa wanita Ahli Kitab memiliki kesatuan sumber agama dengan agama Islam, dan diapun (wanita ahli Kitab) beriman kepada Tuhan dan nabi-nabinya serta beriman pula akan adanya hari pembalasan dan akherat.
b.      Bahwa wanita Ahli Kitab yang dikawini oleh seorang muslim, maka dia akan hidup di bawah naungan suaminya yang muslim dan tunduk terhadap undang-undang masyarakat Islam. Sehingga lama kelamaan wanita tersebut akan terpengaruh dengan ajaran-ajaran Islam. Dan sangat diharapkan agar wanita tersebut dapat memeluk Islam setelah sekian lama ia hidup di dalam masyarakat muslim.





No comments:

Post a Comment